“Namun, beleid tersebut mendapat penolakan dari Freeport Mc-Moran, perusahaan induk dari PT. Freeport Indonesia. Perusahaan tambang asal Amerika Serikat yang sudah berada dan mengeruk kekayaan mineral Indonesia selama 50 tahun tersebut beralasan bahwa di dalam kontrak karya yang ditandatangani tahun 1991 hanya mewajibkan divestasi sebesar 30 persen.
Freeport juga tidak bersedia untuk menerima perubahan KK menjadi IUPK dan membangun smelter karena tidak ada kepastian jangka panjang investasi dan fiskal perusahaan tersebut,” ujarnya.
Dari situ dia menilai perusahaan Freeport tidak mempunyai itikad baik kepada bangsa Indonesia. Freeport diyakini hanya menjadikan Indonesia sebagai penyedia bahan baku mineral, tenaga kerja murah, dan tempat penanaman modal asing,”
“Maka dari itu, ekonomi Indonesia tidak pernah bergeser dari ekstraktivisme, yakni mengekspolitasi kekayaan sumber daya mineral dengan orientasi ekspor dalam bentuk bahan mentah. Hal itulah yang menyebabkan ekonomi Indonesia tidak berkembang maju, produktif, dan mandiri,” tandasnya.
Laporan: Dadangsah Dapunta
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Andy Abdul Hamid