Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan Indonesia harus meletakan satu narasi baru di dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), yang dapat menyeret semua negara dalam kalimat dan pengertian yang sama tentang kondisi para anggota satu sama lain.
Menurut dia, jika membaca dan melacak kencenderungan politik dan ditelusuri dari ujung maka akan menjadi sulit. Akan tetapi jika dimulai dari pangkal dalam konsepsi umat Islam sebagai umat yang satu, maka tentu itu bisa dimulai melakukan pembicaraan yang lebih mudah dan mendalam.
“Saya melihat adalah penting bagi Indonesia meletakan satu narasi baru bagi OKI yang dapat menyeret semua negara dalam kalimat dan pengertian yang sama tentang keadaan mereka. Ini yang pertama-tama harus dilakukan oleh Indonesia,” kata Fahri dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Kamis (14/12).
Diakuinya, untuk mendapat tujuan mempersatukan seluruh anggota dalam satu fokus bersama, pemimpin Indonesia harus memiliki kharisma. “Tanpa kharisma sekuat Soekarno, kita akan sulit sekali mengumpulkan negara-negara lain.”
“Dulu kita punya Soekarno setelah kemerdekaan tahun 1945. Dan setelah itu sepuluh tahun tahun 1955, Soekarno sudah berhasil mengundang Negara-Negara Asia Afrika duduk dalam satu meja lalu menyepakati platform bersama dari Negara-Negara Afrika dan dari platform itu banyak sekali keputusan-keputusan yang mengubah wajah dunia,” papar dia.
“Tapi sekali lagi, itu memerlukan seorang yang punya kharisma, punya kemampuan berbicara yang kuat, baik dan juga datang membawa teks narasi yang kuat tadi. Nah apakah Indonesia masih bisa melakoni ini, dan Ini pertanyaan yang penting dan patut diajukan,” sebut politikus PKS itu.
Masih dikatakan Fahri, ada kondisi awal yang dapat menyatukan bangsa-bangsa OKI, ada juga kondisi akhir seperti sekarang ini yang mungkin perlu dicari celahnya untuk menemukan kesamaan kata. Misalnya, sebelum kita melompat kepada isu tekhnis yang sekarang berkembang, coba memasuki dulu isu-isu strategis misalnya kedudukan Alquds (Yerussalem).
“Orang Islam harusnya tidak boleh berbeda pendapat tentang kedudukan alquds, kedudukan Palestina dan kedudukan sejarah bangsa Palestina. Karena, kalau untuk itu saja kita berbeda bagaimana bisa bersatu?, dan kedudukan Palestina dan alquds itu disatukan oleh pandangan yang secara fundamentil ada dalam naskah dan kitab suci, juga naskah dalam hadis-hadis Nabi. Kalau ini diletakan terlebih dahulu, tentu bansga-bangsa Islam akan mudah bersatu,” terangnya.
Paling tidak, ia berharap dalam pertemuan OKI ini, Presiden Indonesia atau Indonesia sendiri tidak hanya mengambil posisi yang paling lemah, seperti mengutuk, mengecam, meminta.
“Ini kalimat-kalimat yang tidak boleh dikeluarkan oleh bangsa besar seperti Indonesia, tetapi harus ada kekuatan yang lebih, baik pada konteks OKI, maupun juga konteks PBB. Indonesia harus bisa memiliki sendiri sikap yang lebih kuat yang ini tentu akan mengubah wajah dunia kita juga,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Presiden Jokowi bertolak dari Indonesia untuk menghadiri KTT Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang berlangsung di Istanbul, Turki.
Di Istanbul, Presiden akan menghadiri KTT Luar Biasa OKI mengenai Palestina pada Rabu, 13 Desember 2017.
“Ini adalah kesempatan pertama bagi negara-negara OKI untuk secara bersama dan tegas menolak keputusan Presiden Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel,” ucap Presiden dalam konferensi pers di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma Jakarta.
Dalam KTT tersebut Presiden akan menyampaikan penolakan rakyat Indonesia atas pengakuan sepihak Amerika Serikat.
Novrizal Sikumbang