Sementara undang-undang tersebut tidak menyebutkan satupun agama, perdebatan berfokus pada niqab, jilbab yang menutup penuh wajah yang dikenakan oleh minoritas wanita Muslim.

Hakim “menyadari bahaya yang sebenarnya terjadi pada hukum yang diakibatkannya lebih besar daripada tujuan umum hukum yang teoretis,” menurut pengacara Catherine McKenzie, yang mewakili penentang undang-undang tersebut.

Pemerintah Liberal Quebec membela hukum di pengadilan, dengan mengatakan bahwa hal itu tidak mendiskriminasi wanita Muslim dan diperlukan untuk alasan keamanan, identifikasi dan komunikasi. Keputusan hukum tersebut menyebutkan mengacu pada “netralitas agama” dan “akomodasi atas dasar agama.”

“Saya tidak merasa tidak puas dengan keputusan tersebut karena tidak disebutkan bahwa undang-undang tersebut bertentangan dengan piagam (hak),” ujar pemimpin pemerintahan provinsi Quebec Philippe Couillard kepada wartawan pada Jumat, seperti dikutip dari Canadian Broadcasting Corp.

Dewan Nasional untuk Muslim Kanada menyambut baik keputusan tersebut “sebagai langkah awal yang sukses,” demikian direktur eksekutifnya, Ihsaan Gardee seperti yang dilansir Reuters, Sabtu (2/12).

Penentang hukum tersebut mengatakan bahwa pelarangan tersebut menargetkan minoritas yang tampak menjadi sasaran ancaman dan kekerasan. Quebec memiliki sekitar 243 ribu Muslim pada 2011, menurut Statistik Kanada, dari populasi 8 juta.