Sidang putusan sela dengan terdakwa Direktur Utama PT Pertamina (Persero) periode 2009-2014 Karen Agustiawan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (4/3/2024). ANTARA/Agatha Olivia Victoria

Jakarta, Aktual.com – Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menolak nota keberatan (eksepsi) terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di Pertamina pada tahun 2011—2014 Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan.

“Menyatakan nota keberatan dari terdakwa Karen Agustiawan dan dari tim hukum terdakwa tidak diterima,” ujar Hakim Ketua Maryono dalam persidangan di Jakarta, Senin(4/3).

Untuk itu, Maryono memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara tipikor atas nama Karen Agustiawan berdasarkan surat dakwaan penuntut umum.

Majelis hakim juga menjelaskan beberapa tanggapan terhadap nota keberatan Karen, termasuk mengenai penetapan terdakwa sebagai tersangka dan penahanan dalam penyidikan oleh pejabat, yakni Ketua KPK 2019—2023 Firli Bahuri.

Dalam keterangannya Karen merasa kecewa atas putusan hakim yang menolak eksepsi tersebut.

“ya namanya eksepsi ditolak pasti kecewa ya” ungkap Karen.

Karen juga merasa tidak adil karena tidak diberi laporan BPK yang menurutnya terdakwa harus mendapatkannya, ia menilai laporan BPK penting karena ingin mengetahui cara perhitungannya.

“Tadi saya agak kaget, kami seolah-olah tidak boleh mendapatkan laporan BPK, padahal itu merupakan barang bukti dakwaan,” tutur Karen.

“Saya pikir kalau misalnya laporan BPK atas kerugian negara, itu saya terdakwa harus mendapatkannya, karena ini bagaimana cara menghitungnya,” tambahnya.

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) periode 2009—2014 Karen Agustiawan didakwa merugikan negara sebesar 113,84 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp1,77 triliun akibat dugaan korupsi pengadaan LNG di Pertamina pada tahun 2011—2014.

Dakwaan tersebut berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dalam rangka penghitungan kerugian negara atas pengadaan LNG perusahaan Amerika Serikat.

Artikel ini ditulis oleh:

Firgi Erliansyah