reklamasi Pulau G

Jakarta, Aktual.com – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah menerima sertifikat tanah dua pulau reklamasi di Teluk Jakarta, yaitu Pulau C dan D, dari Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), pada beberapa waktu lalu.

Tidak hanya itu, Pemprov DKI juga mengklaim akan mendapat bagian lima persen dari luas lahan pulau reklamasi.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (DPP KNTI), Marthin Hadiwinata, pun mempertanyakan kecilnya porsi yang diperoleh Pemprov DKI Jakarta.

“Pemerintah DKI bodoh sekali kalau hanya dapat 5 persen, itu kecil banget,” ujar Marthin ketika dihubungi Aktual, Rabu (23/8).

Marthin pun menduga adanya campur tangan dari pengembang dalam pembagian lahan reklamasi, mengingatnya besarnya nilai investasi yang telah digelontorkan oleh para pengembang dalam mega proyek yang diperkirakan menghabiskan dana lebih dari Rp200 Triliun ini.

Dengan demikian, Marthin pun menilai jika Pemprov DKI tampak sangat jelas memposisikan diri sebagai bidak dari para pengembang karena cenderung ‘memanjakan’ pengembang lantaran kentalnya orientasi komersil dalam penggunaan lahan reklamasi.

“Kalau untuk kepentingan komersil, yang dapat untung besar kan pengembang, bukan Pemprov Jakarta,” tegasnya.

Sebelumnya, Kepala Badan Pengelola Aset Daerah Jakarta, Ahmad Firdaus mengatakan, dengan terbitnya sertifikat tersebut, pemerintah Jakarta menjadi pemilik sah dari Pulau C dan D.

Menurut dia, proyek reklamasi menguntungkan karena pemerintah tak keluar uang sepeser pun. Selain itu, pemerintah tetap dapat lahan sebesar 5 persen dari luas lahan pulau reklamasi.

“Karena itu adalah pulau kami,” ucap Firdaus seperti yang dikutip dari tempo.co.

Ucapan Firdaus sendiri membuat Marthin mengernyitkan dahi. Ia tidak habis pikir dengan pola pikir pejabat yang menyatakan bahwa pelaksanaan reklamasi disebut menguntungkan Pemprov.

“Jadi kalau dikatakan itu menguntungkan Pemprov DKI itu sangat bodoh, saya bilang bodoh ya, bukan tidak pintar lagi ya,” ejek Marthin.

(Reporter: Teuku Wildan A)

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan
Eka