Jakarta, Aktual.co —Dalam catatan Aktual.co, di bulan Februari 2015, sikap yang diperlihatkan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sudah beberapa kali menuai kecam.
Pertama, sikap Ahok terkait banjir di Jakarta pada Senin (9/2) lalu. Di mana dia tanpa ‘ba-bi-bu’ langsung menuding banjir yang sampai menggenangi kawasan Istana Negara dan Balai Kota DKI, disebabkan oleh adanya sabotase terhadap pompa penyedot air di Waduk Pluit.
Yang jadi ‘kambing hitam’ dalam tudingan sabotase Ahok saat itu tak lain adalah Perusahaan Listrik Negara (PLN). Di mana Ahok menuding pompa air di waduk Pluit tak berfungsi akibat PLN memadamkan aliran listrik di sana.
Disalahkan sebagai penyebab banjir di Jakarta, PLN tentu saja tak terima.  
Membantah tudingan itu, Koesdianto, Manajer Bidang Komunikasi Hukum dan Administrasi PT PLN (Persero) Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang, mengakui memang sempat ada pemadaman pasokan listrik untuk Waduk Pluit. Tapi hanya kurang dari dua jam. Yakni antara pukul pukul 11.38 WIB dan dinyalakan kembali pukul 13.15 WIB.
“Alasannya, ketinggian air sudah sedemikian kritis dan sudah membahayakan instalasi listrik. Jika tidak dipadamkan air bisa membahayakan warga (tersengat listrik)atau membuat peralatan rusak. Makanya kita matikan,” ujar dia saat itu, di Jakarta, Selasa (10/2).
Dengan alasan itu, Koesdianto pun menilai pernyataan Ahok tidak sepenuhnya benar.
Lalu sikap Ahok yang kedua, yakni saat mengatakan dirinya ditipu oleh DPRD DKI terkait Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI 2015. Alasan merasa ditipu DPRD itu pula yang membuat Ahok memutuskan membuat APBD versi Pemprov DKI, tanpa melibatkan dewan.
Hasilnya, tindakannya menuai kecam. Saat ini DPRD akan memberlakukan hak angket ke Ahok. Bahkan Wakil Ketua DPRD DKI M Taufik, yang bisa dibilang kerap berseteru dengan Ahok, mengatakan hak angket bisa saja berujung pada pemakzulan Ahok.
Dia juga berkata, sikap Ahok yang menuding DPRD melakukan penipuan, merupakan sikap yang tidak etis diucapkan seorang gubernur.
Dan sikap Ahok yang ketiga yang menuai kecam, adalah yang terjadi kemarin. Saat dirinya bersitegang dalam insiden di Balai Kota DKI dengan warga Jakarta yang mengadu soal sengketa tanah. Entah karena sedang terburu-buru ditunggu Presiden Joko Widodo yang mengajaknya ‘blusukan’, atau memang kesal dengan perkataan si warga, Ahok dibuat berang.
Di mana dia sampai mengeluarkan kata-kata yang dianggap sebagai arogan ke si warga. Akhirnya menuai kecam dari Forum Betawi Rempug (FBR) yang menilai sikap Ahok juga tak pantas sebagai pemimpin.
Sebelumnya, pendapat senada juga disampaikan seorang peneliti dari Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P-LIPI), Firman Noor. Saat dimintai pendapatnya mengenai gaya komunikasi Ahok, kepada Aktual.co, dia mengatakan gaya komunikasi Ahok tidak layak untuk seorang pemimpin.
“Itu gaya komunikasi politik yang memang kurang tepat dalam posisi sebagai seorang gubernur,” kata Dosen FISIP Universitas Indonesia itu, saat dihubungi Aktual.co, Kamis (12/2).
Sebagai kepala daerah, ujar Firman, Ahok harusnya lebih banyak berbicara  pemecahan masalah, ataupun mengajak masyarakat untuk saling membantu dan mengawasi, dan bukan malah ‘gemar’ menyalahkan orang lain.
“Lebih ke ‘problem solving’, mengajak, atau bisa langsung menjelaskan apa persoalan yang ada dan memberi opsi penyelesaian,” ujar dia.
Diakuinya, gaya komunikasi Ahok yang ‘meledak-ledak’ justru cocok dipakai Ahok saat masih menjabat Wakil Gubernur. Sebab yang dihadapi Ahok saat itu adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemprov DKI.
“Tidak mengherankan memang dia (Ahok) dulu diplot untuk membenahi masalah internal pemprov yang digambarkan banyak masalah,” bebernya.
Sedangkan saat sudah menjadi Gubernur DKI, menurut dia, persoalan yang ditemui Ahok tidak sesederhana itu lagi. Karena dia harus merangkul banyak pihak agar bisa bersama-sama menyelesaiakan permasalahan di Ibu Kota.

Artikel ini ditulis oleh: