Jakarta, Aktual.com — PT Pertamina (Persero) menegaskan tidak akan menurunkan harga penjualan BBM jenis premium dan solar, sekalipun saat ini harga minyak dunia tengah anjlok-anjloknya sampai di bawah $28 per barel.

Pertamina beralasan kebijakan itu diambil sebagai langkah untuk menutupi kerugian perusahaan di sektor hulu, karena biaya produksi untuk menghasilkan 1 barel minyak membutuhkan modal $22-$24 per barel.

Menaggapi hal tersebut, Ekonom The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati menuding Pertamina sengaja menahan harga untuk meraup banyak keuntungan dari masyarakat.

“Penjualan (BBM) tahun lalu saja Pertamina bisa untung besar. Tapi apa yang dilakukan? Jangan-jangan keuntungan itu hanya untuk dibagi-bagi kepada direksi dan pemegang saham,” tegas dia kepada Aktual.com, Kamis (21/1).

Masalah utama Pertamina adalah mereka tidak transparan ketika mendapat untung besar. Akan tetapi ketika ada kerugian, mereka langsung menginformasikan ke publik. Memang, perusahaan ini bukan perusahaan terbuka, sehingga tidak ada kewajiban untuk melaporkan ke publik. Akan tetapi, karena Pertamina menjual produk untuk kebutuhan publik tentu harus dituntut transparan, apakah untung atau rugi.

“Jangan sampai untung Pertamina hanya untuk pihak tertentu saja. Dan jangan sampai mereka malah terbuka pas rugi atau untung kecil tapi pas untung besar malah diam-diam saja,” cetus Enny.

Mestinya, lanjut dia, dengan keuntungan yang besar itu manfaat besar juga harus dinikmati oleh masyarakat. Caranya, Pertamina bisa memperbaiki kapasitas pelayanannya, juga dapat meningkatkan cadangan dana untuk membangun kilang baru, atau membangun energi terbarukan yang semua itu untuk keuntungan masyarakat.

“Seharusnya ada upaya konkrit menciptakan kedaulatan energi di Indonesia,” saran dia.

Selama ini, kata dia, Pertamina sangat tidak transparan. Padahal, dengan menjual harga tinggi di atas harga kewajaran, mereka bisa mendulang untung besar. “Tapi selama ini mereka (Pertamina) tidak setransparan itu,” tandas dia.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya harga minyak dunia yang terus merosot di bawah USD30 per barel akhir-akhir ini, sudah semestinya berimbas pada menurunnya harga jual bensin maupun solar. Bahkan harga Means of Platts Singapore (MOPS) untuk jenis solar saat ini sudah menyentuh harga USD40 per barel, yang artinya jika dirupiah dan diliterkan, harga keekonomian solar berdasarkan MOPS adalah Rp3.500/liter (belum termasuk biaya pengangkutan dan pajak).

Jika dihitung ongkos kirim katakanlah USD3 per barel (Rp300/liter) dan PPN 10% (Rp380/liter) ditambah PBBKB 5% (Rp190/liter) maka semestinya harga solar non subsidi di Indonesia berkisar di harga Rp4.370-Rp4.500 per liter. Tapi kenyataannya harga Solar subsidi sampai saat ini Rp5.750 per liternya (Harga keekonomian: Rp6.750 per liter) ada selisih harga Rp2.380 dari harga keekonomian (selisih Rp1.380 dari harga subsidi). Keuntungan yang sangat besar tentunya yang diraih oleh Pertamina dari masyarakat.

Maka sangat tidak menutup kemungkinan ada pihak yang berani menjual harga solar non subsidi di bawah harga solar subsidi.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan