Jakarta, Aktual.com — Pengamat ekonomi dan politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Pangi Syarwi mengatakan, aksi jual BBM bersubsidi dengan harga lebih tinggi dari harga konsumsi untuk sektor industri yang dilakukan oleh Pertamina merupakan kejahatan negara kepada rakyat.
Menurutnya, Pertamina seharusnya menyesuaikan kondisi harga minyak dunia yang sedang anjlok dan kondisi daya beli masyarakat yang sedang melemah.
“Ini tidak boleh terjadi. Ini bentuk yang benar-benar nyata kejahatan negara pada rakyatnya. Logikanya terbalik, solar untuk industri yang semestinya lebih mahal dari pada solar subsidi. Ini tentu tidak boleh dibiarkan,” tulisnya melalui pesan elektronik kepada Aktual.com, Kamis (22/1).
Dalam penjelasannya, sebetulnya Pertamina sudah mendapat untung besar dari margin minyak mentah kemudian di olah negara sebagi bagian dari cost produksi.
“Bagaimana ceritanya kemudian Pertamina mengambil keuntungan dari masyarakat yang sebetulnya sudah jauh dapat keuntungan (margin) yang amat besar dari biaya produksi,” tegasnya.
Seperti diketahui, harga Means of Platts Singapore (MOPS) untuk jenis solar saat ini sudah menyentuh harga USD40 per barel, yang artinya jika dirupiah dan diliterkan, harga keekonomian solar berdasarkan MOPS adalah Rp3.500/liter (belum termasuk biaya pengangkutan dan pajak)
Ongkos kirim katakanlah USD3 per barel (Rp300/liter) dan PPN 10% (Rp380/liter) ditambah PBBKB 5% (Rp190/liter) maka semestinya harga solar non subsidi di Indonesia berkisar di harga Rp4.370-Rp4.500 per liter.
Tapi kenyataannya harga Solar subsidi sampai saat ini Rp5.750 per liternya (Harga keekonomian: Rp6.750 per liter) ada selisih harga Rp2.380 dari harga keekonomian (selisih Rp1.380 dari harga subsidi).
Tentunya Pertamina meraup keuntungan besar dari masyarakat. Dengan kondisi begini juga sangat tidak menutup kemungkinan ada pihak yang berani menjual harga solar non subsidi di bawah harga solar subsidi.
Seperti yang pernah terjadi pada bulan Agustus 2015 lalu yang saat itu harga solar subsidi di SPBU dijual dengan harga Rp6.900 per liter, PT AKR Corporindo Tbk, justru menjual solar industri di level Rp 6.400 per liter, lebih murah Rp 500 per liter.
“Begitu teganya negara mengekspos kata solar subsidi namun sebetulnya rakyat yang mensubsidi pemerintah. Aneh tapi nyata, negara menurut pikiran rasional saya sudah terlalu rakus,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Eka