Foto arsip. Beras. (ANTARA/Vicki Febrianto)

Jakarta, Aktual.com – Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyatakan kesulitan untuk memperkirakan kapan terjadi penurunan harga beras. Situasi ini disebabkan oleh keterlambatan dalam proses penanaman, yang berdampak pada penundaan masa panen yang seharusnya dilakukan.

Panel Harga Badan Pangan melaporkan bahwa pada hari Selasa, (5/12), terjadi penurunan harga beras premium sebesar Rp30 dan beras medium sebesar Rp20. Dengan demikian, harga beras premium menjadi Rp14.980 per kg, sedangkan beras medium menjadi Rp13.180 per kg.

Angka tersebut mencerminkan rata-rata harga harian secara nasional di tingkat pengecer, dengan data diakses pada pukul 15.10 WIB.

Sejak bulan Agustus 2022, terjadi peningkatan harga beras yang terus berlanjut, mencapai puncaknya pada bulan Oktober 2023. Menurut data dari Panel Harga Badan Pangan, meskipun terjadi penurunan harga di akhir bulan November 2023, namun masih berada pada tingkat yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga tertinggi pada tahun 2022.

Menurut Direktur Ketersediaan Pangan Bapanas, Budi Waryanto keterlambatan dalam masa tanam dan panen disebabkan oleh adanya musim kemarau yang berlangsung dalam periode yang cukup lama. Musim kemarau ini diprediksi oleh para ahli akan memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap penanaman padi yang akan datang.

“Kita kan tahu kalau beras itu ada climate change (perubahan iklim), musim kemarau yang panjang sehingga mempengaruhi ketersediaan, khususnya dari dalam negeri,” ujar Budi di Kantor Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) di Jakarta, Selasa (5/12).

“Dan musim kemarau ini seperti diprediksi oleh para ahli kan dampaknya cukup panjang terhadap penanaman yang akan datang. Saya baru 2 minggu lalu dari Semarang dan Jogja itu diperkirakan penanaman baru pertengahan Desember lah,” imbuhnya.

Budi menyatakan bahwa jika masa tanam dan panen berjalan sesuai dengan jadwal normal, panen raya diharapkan akan terjadi pada akhir Februari atau paling lambat Maret. Namun, karena terjadi penundaan dalam masa tanam, diperkirakan panen raya baru akan terjadi pada bulan April-Mei 2024 mendatang.

“Kalau kita lihat kan, kalau data-data sebelumnya panen raya itu Maret ya, bahkan Februari akhir (atau selambatnya) Maret. Tapi ini kayaknya akan mundur, kemungkinan panennya Apri-Mei,” ucapnya.

Budi juga menyatakan bahwa dalam periode tersebut, terdapat peristiwa penting yang diperkirakan akan meningkatkan konsumsi masyarakat, yaitu Pemilihan Umum 2024, serta perayaan hari besar keagamaan nasional (HBKN) Ramadan dan Idulfitri.

“Nah itu kan di situ ada 2 kejadian penting ya yang harus kita jaga, hajatan politik dan hari raya, biasanya konsumsi naik. Jadi itu menjadi kondisi alam yang tidak bisa kita lawan. Jadi bagaimana kita membuat suatu policy yang bisa menjaga keterjangkauan,” kata dia.

Oleh karena itu, menurutnya, prinsip dasar ekonomi tentang penawaran dan permintaan akan berlaku, di mana ketika pasokan terbatas, harga cenderung meningkat. Dengan demikian, upaya akan dilakukan untuk mengendalikan kenaikan harga agar tidak terus meroket, sehingga inflasi juga dapat tetap terkendali.

“Maka itu ada kebijakan impor dari Bapanas,” tuturnya.

Budi menyatakan bahwa pasokan domestik saat ini tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, sehingga menyebabkan kenaikan harga.

“Tapi kita sudah berupaya dengan berbagai macamnya, seperti impor dan lain sebagainya, sehingga harga bisa dikendalikan. Mudah-mudahan kalau sudah panen itu harga akan mulai membaik,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Yunita Wisikaningsih