Juru masak menyiapkan hidangan untuk konsumen di dapur restoran di Mal Grand Indonesia, Jakarta, Rabu (20/7). PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) saat ini telah memasok gas bumi ke hampir seluruh mal di Jakarta diantaranya Grand Indonesia, Plaza Senayan dan Central Park karena pengunaan gas bumi lebih menguntungkan baik untuk memasak sampai pembangkit listrik serta ramah lingkungan, aman dan ekonomis hingga 50 persen lebih dibandingkan menggunakan LPG. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/ama/16

Jakarta, Aktual.com – PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk menyebut harga gas saat ini untuk kalangan industri sudah cukup rendah seperti yang diinginkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Untuk itu, kalangan industri jangan hanya asal membandingkan dengan kondisi harga gas di luar negeri. Kalau pun harus dibandingkan, maka harus apple to apple atau jenisnya sama.

Menurut Direktur Keuangan PGN, Nusantara Suyono, sebenarnya harga gas mahal itu bukan dari PGN. Saat ini, yang pemerintah sedang bicarakan adalah harga gas di industri, supaya mereka mendapatkan harga yang lebih rendah.

“Kalau bicara mekanisme teknisnya, saya tidak tahu seperti apa nantinya. Tapi memang harus dilihat dulu satu per satu. Baik itu infrastrukturnya maupun bahan pokoknya,” ujar Nusky, panggilan akrabnya, di kantor PGN, Jakarta, Senin (21/11).

Menurut dia, kalau infrastrukturnya sudah mendukung tentu harganya bisa diturunkan. “Tapi kalau bahan pokoknya memang sudah mahal, misalnya US$ 6 per MMBTU masa kita jual segitu juga? Jadi, infrastrukturnya harus bisa kasih US$ 0 dong,” jelas dia.

Pihaknya, menurut dia, akan terus berkoordinasi kenapa dianggap mahal. Makanya, jika mau membandingkan dengan di luar negeri, harus dicek terlebih dahulu. “Jadi harus apple to apple. Jika dibandingnya di kita LNG, di sana bukan,” jelas dia

Bahkan, kata dia, yang dianggap murah di luar negeri itu apa memang betul sudah di tangan pelanggan atau belum. Atau jangan-jangan baru masuk perkapalan.

“Seperti yang terjadi di China. Selama ini diklaim harga kita lebih mahal dari yang terjadi di China. Padahal di sana harganya US$ 15 per MMBTU. Itu kan lebih mahal lagi dari Indonesia. Tapi kok, industri di sana lebih berkembang dari kita,” tegas Nusky.

Menurutnya, kalau pihaknya ditanya soal harga gas yang lebih mahal dari pada di luar negeri, itu bisa dicek benar tidak harga itu lebih mahal atau lebih murah.

“Jadi diperiksa dulu apakah barangnya itu sama atau tidak. Jadi mestinya pihak industri mesti fair membandingkan harga (gas) di luar negeri itu,” ujarnya.

Lebih jauh, kata dia, masalah harga gas industri ini memang masih dibahas di Kementerian Koordinator Perekonomian. Dan kata dia, bukan semua industri juga yang diminta harga gasnya harus turun.

“Itu kan industri untuk sektor baja, petrokimia, dan beberapa yang harga gasnya bisa diturunkan. Dan beberapa ada yang upstrem-nya enggak lewat kuta,” pungkas Nusky.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan