Para petugas Perusahaan Gas Negara (PGN) melakukan perawatan rutin dan pengecatan terhadap pipa gas yang melintasi Kanal Banjir Barat (KBB) di wilayah Karet Bivak, Jakarta, Kamis (11/8/2016). PGN menargetkan satu juta sambungan distribusi gas rumah tangga yang dimulai pada tahun ini.

Jakarta, Aktual.com – Revisi UU Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas akan mengatur persoalan di sektor hilir mulai dari distribusi maupun transmisinya.

Untuk itu, persoalan hilir gas itu harus diserahkan semua ke negara dengan menunjuk BUMN yang paling andal dalam mengelola PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Jika itu terjadi, dipastikan harga gas akan mudah dikendalikan.

Demikian disebutkan oleh Anggota Komisi VII DPR asal Fraksi Hanura, Inas Nasrullah Zubir dslam diskusi bertema ‘Kegiatan Usaha Hulu dan Hilir di Dalam RUU Migas Untuk Menuju Kesejahteraan Indonesia’ di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (26/9).

“Saat ini, masalah di hilir terkait distribusi dan transmisi pipa gas itu banyak dikuasai oleh para trader-trader. Ini yang kemudian menyebabkan harga gas kerap melambung tinggi,” ungkap Inas.

Selama ini, kata dia, pengaturan pipa gas antar daerah berbeda-beda, sehingga pemerintah daerah pun mengklaim punya pipa gas masing-masing.

“Bayangkan saja, Pemda Gresik mempunyai pipa sepanjang 200 meter. Dan dia minta tarif toll fee-nya sebesar US$ 0,5,” kata dia.

Jika kondisi tersebut terus berlarut-larut, Pemda lain juga akan ikut-ikutan minta toll fee dari panjang pipa gas di daerahnya tersebut.

“Kondisi itu membuat harga gas jadi mahal. Seharusnya masalah transmisi dan distribusi atau infrastruktur gas itu harus dikuasai oleh negara, Titik! Jadi masalah tol gas ini harus dikuasai oleh negara,” jelas Inas.

Pasalnya, jika permasalahan pipa gas ini, baik distribusi atau transmisinya itu diambil alih oleh negara, maka hanya ada satu pihak yang mengatur secara tegas. Termasuk, mengatur soal harga gas itu.

“Karena kalau pipa gasnya dijadikan sebagai milik negara, maka persoalan harga juga sudah diatur,” jelas dia.

Misalkan sepanjang 100 km pipa gas, harganya sekian, dan harga tersebut memang benar tidak dimahalkan. Juga harga di tingkatan wellhead (kepala sumur) juga diatur dengan tegas. Karena selama ini, begitu keluar dari wellhead harganya jadi mahal.

“Kalau UU Migas mengatur dan kami dari Fraksi Hanura sudah memasukan di dalam RUU ini, bahwa distribusi dan transmisi pipa gas harus dikuasai negara. Titik,” tandas Inas.

Kemudian, karena perusahaan negara atau BUMN yang menguasai pipa terpanjang di Nusantara ini dan yang sebagai ahlinya adalah PGN, sehingga negara akan menunjuk PGN yang mengatur soal gas ini.

“Dan pipa gas yang ada di perusahaan lain, tinggal dibeli saja oleh PGN. Dengan begitu, harga gas akan mudah terkontrol,” ujar Inas.

RUU Migas sendiri saat ini masih digodok di Komisi VII DPR. Diperkirakan hingga akhir tahun ini belum akan rampung.

“Mungkin akan selesai draft-nya dari Komisi VII di awal tahun depan. Setelah itu baru akan diajukan ke Baleg (Badan Legislasi DPR). Jadi masih akan panjang,” pungkasnya.

 

*Busthomi

Artikel ini ditulis oleh: