Jakarta, Aktual.com — Penurunan harga minyak dunia yang sempat melewati 75 persen dipastikan bakal menggerus Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), terutama dari sektor minyak dan gas (Migas).

Kondisi tersebut tentu sangat berdampak negatif pada perekonomian nasional. “Karena harga minyak hingga akhir tahun diproyeksikan bakal di angka US$ 15-20 per barrel, kendati dalam beberapa pekan ini agak menguat,” ujar Wakil Ketua Komisi VII DPR, Fadel Muhammad, di acara diskusi Warta Ekonomi, di Jakarta, Kamis (17/3).

Menurutnya, jika penurunan itu hanya 20 persen akan bagus, sebab dapat menekan laju inflasi, biaya logistik minyak juga akan turun, tapi jika sampai 75 persen ke atas akan menjadi bahaya baru.

Kondisi tersebut, kata dia, tentu sangat mengagetkan. Pasalnya, harga minyak selama bertahun-tahun berkisar stabil di angka US$100 per barrel. Tapi sejak tahun 2014, harga minyak terus anjlok.

“Karena dampaknya akan merembet ke PNBP migas. Penerimaan sektor migas diperkirakan hanya akan mencapai US$12,86 per barrel dari target yang ditetapkan sebesar US$14,99 per barrel,” papar dia.

Sehingga penerimaan sektor migas cuma bisa mencapai 85,79 persen dari target yang dicanangkan pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Dengan kondisi begitu, maka program-program pemerintah dari infrastruktur hingga sektor energi diharapkan bisa menjadi landasan kokoh perekonomian.

“Makanya, kita berharap banyak invstasi masuk, terutama di sektor energi,” pungkas dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan