Jakarta, Aktual.com — Pemerintahan Joko Widodo kembali berbuat “curang” dan melukai hati rakyat dengan melalui pernyataan Menterian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang menolak mènurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), meskipun diketahui bahwa harga minyak dunia tengah mengalami tren penurunan.

Ketua Bidang Ekonomi Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Barri Pratama menyesalkan kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat, menurutnya harga minyak dunia sekarang masih terperosok di kisaran USD30 per barel namun tidak diikuti penyesuaiannya oleh pemerintah.

“Jokowi mengaku pro rakyat, inilah kenyataan kebijakannya ternyata mencurangi rakyatnya sendiri, selama ini harga minyak mengikuti tren pasar dunia yang cendrung naik, tapi pada saat tren minyak dunia menurun, pemerintah engan menurunkan harga penjualan pada rakyat,” tulis Barri melalui pesan elektronik kepada Aktual.com, Selasa (26/1).

Dia menambahkan, rakyat semakin kecewa kepada Jokowi yang membiarkan pengelolaan Migas dikelola secara tidak transparan oleh Pertamina. Pemerintah tidak kreatif dan pemalas, hanya mengandalkan rakyat dan menjadikannya sasaran empuk untuk mengisi pundi-pundi negara.

“KAMMI telah menghitung untuk BBM premium dijual Rp5500 mereka sudah untung besar. Jangan bebani rakyat secara berlebihan. Malu lah kalau presidennya ngaku pro rakyat tapi kok kebijakannya membebani rakyat.” Imbuhnya.

Diketahu bahwa harga Means of Platts Singapore (MOPS) untuk jenis solar beberapa waktu lalu sudah menyentuh harga USD40 per barel, yang artinya jika dirupiah dan diliterkan, harga keekonomian solar berdasarkan MOPS adalah Rp3.500/liter (belum termasuk biaya pengangkutan dan pajak)

Ongkos kirim katakanlah USD3 per barel (Rp300/liter) dan PPN 10% (Rp380/liter) ditambah PBBKB 5% (Rp190/liter) maka semestinya harga solar non subsidi di Indonesia berkisar di harga Rp4.370-Rp4.500 per liter.

Tapi kenyataannya harga Solar subsidi sampai saat ini Rp5.750 per liternya (Harga keekonomian: Rp6.750 per liter) ada selisih harga Rp2.380 dari harga keekonomian (selisih Rp1.380 dari harga subsidi).

Tentu pertamina untung besar, tapi dengan kondisi begini sangat tidak menutup kemungkinan ada pihak yang berani menjual harga solar non subsidi di bawah harga solar subsidi.

Seperti yang pernah terjadi pada bulan Agustus 2015 lalu yang saat itu harga solar subsidi di SPBU dijual dengan harga Rp6.900 per liter, PT AKR Corporindo Tbk, justru menjual solar industri di level Rp 6.400 per liter, lebih murah Rp 500 per liter.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan