Pompa Kilang Minyak di Blok Jabung, Jambi

Jakarta, Aktual.com – Harga minyak turun untuk hari kedua di awal perdagangan Asia pada Kamis (17/11) pagi, karena kekhawatiran atas ketegangan geopolitik mereda dan meningkatnya jumlah kasus COVID-19 di China menambah kekhawatiran permintaan di importir minyak mentah terbesar dunia itu.

Minyak mentah berjangka Brent merosot 62 sen atau 0,7 persen, menjadi diperdagangkan di 92,24 dolar AS per barel pada pukul 01.10 GMT. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS tergelincir 65 sen atau 0,8 persen, menjadi diperdagangkan di 84,94 dolar AS per barel.

Brent telah melemah 1,1 persen dan WTI turun 1,5 persen pada Rabu (16/11) setelah pengiriman minyak Rusia melalui pipa Druzhba ke Hongaria dimulai kembali.

“Minyak mentah turun setelah NATO menjelaskan serangan rudal Rusia di Polandia, sementara kekhawatiran permintaan kembali ke fokus pedagang di tengah pembatasan COVID China yang sedang berlangsung dan prospek ekonomi global yang suram,” kata Tina Teng, seorang analis di CMC Markets.

Polandia dan aliansi militer NATO mengatakan pada Rabu (16/11) bahwa sebuah rudal yang jatuh di Polandia mungkin ditembakkan oleh pertahanan udara Ukraina dan bukan serangan Rusia, meredakan kekhawatiran perang antara Rusia dan Ukraina yang meluas melintasi perbatasan.

Harga minyak mereda meskipun penarikan stok minyak mentah di Amerika Serikat lebih besar dari perkiraan, tambah Teng.

Stok minyak mentah di AS, konsumen minyak terbesar dunia, turun 5,4 juta barel dalam pekan yang berakhir 11 November menjadi 435,4 juta barel, Badan Informasi Energi mengatakan pada Rabu (16/11/2022), dibandingkan dengan ekspektasi dalam jajak pendapat Reuters untuk penurunan 440.000 barel .

Namun, persediaan bensin dan bahan bakar sulingan naik lebih tinggi dari ekspektasi.

Lebih banyak minyak akan mengalir ke AS karena TC Energy mencabut force majeure pada pipa Keystone-nya 622.000 barel per hari yang memasok Midwest dan Gulf Coast yang telah mengurangi pengiriman sebesar 7,0 persen.

Kekhawatiran berkelanjutan akan melemahnya permintaan di China juga “menjaga pasar tetap lemah,” kata Stephen Innes, mitra pengelola di SPI Asset Management, karena terus melaporkan lebih banyak kasus COVID di kota-kota besar.

“Dengan kasus COVID di China yang terus meningkat, terutama saat kita bergerak menuju musim flu, para pedagang hanya memiliki sedikit pilihan untuk mengkalibrasi ulang posisi yang mencerminkan kemungkinan penguncian lebih lanjut di pusat-pusat padat penduduk yang merugikan permintaan minyak secara eksponensial lebih banyak daripada wilayah ekonomi lainnya,” ucap Innes.

Beban kasus COVID China kecil dibandingkan dengan negara lain di dunia, tetapi negara itu mempertahankan kebijakan ketat untuk menghentikan kasus sebelum menyebar lebih jauh.

Komisi Kesehatan Nasional melaporkan 23.276 infeksi COVID-19 baru pada 16 November, di mana lebih dari 20.000 tidak menunjukkan gejala.

Artikel ini ditulis oleh:

Arie Saputra