Jakarta, Aktual.co — Harga minyak dunia terus turun hingga menyentuh level US$61,20 per barel. Akan tetapi, harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia masih tinggi, bahkan pada bulan lalu Pemerintah justru menaikan harga BBM subsidi.

Energy Watch Indonesia (EWI) menilai, menurunkan kembali harga BBM tentu akan sangat menghantam Rupiah secara besar-besaran, dolar akan semakin tidak bisa ditahan.

“Inilah dilema yang timbul akibat kebijakan yang salah dari Pemerintah. Kenaikan BBM waktu itu bukan solusi tapi hanya ibarat membius sementara untuk hilangkan rasa sakit,” kata Direktur Eksekutif Energy Watch Ferdinand Hutahaean kepada wartawan, Jakarta, Senin (15/12).

Menurutnya, saat ini Pemerintah dihadapkan pada masalah besar. Di mana jika tidak menurunkan harga BBM, Pemerintah akan dinilai aneh karena minyak dunia sedang murah. Akan tetapi jika menurunkan kembali harga BBM, justru akan menambah masalah baru bagi negara.

“APBN akan makin goncang, dolar terus menguat dan ancaman krisis ekonomi akan sangat besar,” ujarnya.

Ia berpendapat, ini merupakan akibat dari kesalaham pembantu-pembantu Presiden, termasuk Wapres Jusuf Kalla yang terlalu bernafsu menaikkan harga tanpa berupaya melakukan langkah lain.

“Ini juga risiko yang akan ditanggung oleh Jokowi karena terlalu mendengar masukan dari internal yang justru mengandung racun, mungkin juga ini adalah ulah mafia untuk merusak citra Jokowi. Sekarang pilihan pahit harus dipilih,” ungkapnya.

Ia menambahkan, dalam hal ini EWI mengusulkan kepada Presiden untuk segera melakukan evaluasi dan reshufle kepada kabinetnya yang tidak bisa bekerja. “Jangan ditunggu lama-lama. 100 hari harus ada reshuffle untuk menyelamatkan bangsa dari keterpurukan”.

“Kedua, jangan juga terburu-buru mengevaluasi lagi harga BBM, risiko besar menghadang, agar menteri-menteri terkait mencermati dan menganalisis lebih cermat lagi sebelum mengambil kebijakan. Kasihan rakyat yang menderita akibat ulah menteri-menteri yang tidak bisa kerja,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka