Jakarta, Aktual.com – Harga minyak bertahan di dekat level tertinggi 13-minggu di perdagangan Asia pada Kamis (9/6) pagi, didukung oleh permintaan yang kuat di konsumen utama dunia Amerika Serikat, sementara permintaan diperkirakan akan pulih di China karena pembatasan COVID-19 di kota-kota besar dilonggarkan.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Agustus naik 12 sen menjadi diperdagangkan di 123,70 dolar AS per barel pada pukul 00.33 GMT, sementara minyak mentah West Texas Intermediate AS untuk Juli berada di 122,17 dolar AS per barel, naik 6 sen.
Kedua kontrak acuan minyak ditutup di level tertinggi sejak 8 Maret, level yang sama terlihat pada tahun 2008 pada Rabu (8/6).
Amerika Serikat mencatat rekor penurunan cadangan minyak mentah strategis bahkan ketika stok komersial naik minggu lalu, data dari Badan Informasi Energi (EIA) menunjukkan pada Rabu (8/6).
Stok bensin AS secara tak terduga turun, menunjukkan ketahanan permintaan bahan bakar kendaraan bermotor selama puncak musim panas meskipun harga SPBU sangat tinggi.
Data EIA menunjukkan bahwa permintaan untuk semua produk minyak di Amerika Serikat naik menjadi 19,5 juta barel per hari (bph) sementara permintaan bensin naik menjadi 8,98 juta barel per hari, kata analis ANZ dalam sebuah catatan.
Investor akan mengamati data perdagangan Mei dari China, yang akan dirilis pada Kamis, untuk isyarat permintaan di konsumen minyak nomor dua dunia itu. Shanghai, pusat bisnis terbesar di negara itu, muncul dari penguncian dua bulan pada 1 Juni.
“Pembukaan kembali China terus meningkatkan optimisme permintaan,” kata analis CMC Markets, Tina Teng dalam sebuah catatan.
“Harga minyak bisa menuju ke puncak Maret di atas 130 dolar AS di tengah pasokan pasar yang sangat ketat.”
Upaya produsen minyak OPEC+ untuk meningkatkan produksi “tidak menggembirakan”, menteri energi UEA Suhail al-Mazrouei mengatakan pada Rabu (8/6/2022) mencatat produksi kelompok itu saat ini kurang dari 2,6 juta barel per hari dari targetnya.
Pekan lalu, kelompok itu sepakat untuk mempercepat peningkatan produksi untuk menjinakkan harga bahan bakar yang tidak terkendali dan memperlambat inflasi. Namun langkah tersebut akan membuat produsen hanya memiliki sedikit kapasitas cadangan, dan hampir tidak ada ruang untuk mengkompensasi kekurangan pasokan besar-besaran.
Artikel ini ditulis oleh:
Arie Saputra