Kilang Minyak Blok Andama
Kilang Minyak Blok Andama

Jakarta, Aktual.com – Harga minyak mentah berjangka turun pada akhir perdagangan Selasa (4/7) pagi, karena kekhawatiran investor atas prospek permintaan minyak terkait perlambatan ekonomi global dan kemungkinan kenaikan suku bunga AS melebihi pemotongan produksi tambahan dari Arab Saudi dan Rusia.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Agustus tergelincir 85 sen atau 1,20 persen, menjadi menetap pada 69,79 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman September merosot 76 sen atau 1,01 persen, menjadi ditutup pada 74,65 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.

Arab Saudi akan memperpanjang pemotongan produksi sukarela 1 juta barel per hari hingga Agustus, sementara Rusia berencana memangkas ekspor minyak sebesar 500.000 barel per hari pada Agustus, menurut pernyataan resmi dari kedua negara pada Senin (3/7/2023).

Harga minyak melonjak karena berita tersebut tetapi berubah menjadi kerugian pada Senin (3/7/2023) sore di tengah lemahnya indikator manufaktur.

Aktivitas ekonomi di sektor manufaktur AS mengalami kontraksi pada Juni selama delapan bulan berturut-turut dengan indeks manajer pembelian (PMI) manufaktur turun menjadi 46 dari 46,9 pada Mei, menurut data yang dikeluarkan oleh Institute for Supply Management (ISM) pada Senin (3/7/2023).

Arab Saudi dan Rusia mengumumkan pemotongan produksi tambahan tetapi para pedagang fokus pada risiko resesi, kata Vladimir Zernov, analis pemasok informasi pasar FX Empire.

“Minyak menghadapi hambatan ekonomi yang serius dan pasar sedang mencoba untuk memahami apa artinya pemotongan minyak mentah tambahan dalam konteks itu,” kata John Kilduff, partner di Again Capital LLC di New York.

Rusia, yang berusaha untuk memperketat pasokan minyak mentah global dan meningkatkan harga sejalan dengan Arab Saudi, akan mengurangi ekspor minyak sebesar 500.000 barel per hari pada Agustus, kata Wakil Perdana Menteri Alexander Novak.

Pemotongan berjumlah 1,5 persen dari pasokan global dan menjadikan total yang dijanjikan oleh produsen minyak OPEC+ menjadi 5,16 juta barel per hari.

Riyadh dan Moskow telah berusaha menopang harga. Brent telah turun dari 113 dolar AS per barel tahun lalu, dilanda kekhawatiran perlambatan ekonomi dan persediaan yang melimpah.

“Bagian paling bawah berada di tempat untuk minyak setelah Saudi dan Rusia bermain bagus… Minyak mentah WTI tampaknya siap untuk membuat beberapa posisi terendah yang lebih tinggi di sini sekalipun dolar yang lebih kuat muncul di tengah kekhawatiran Fed akan menaikkan suku bunga jauh lebih tinggi,” kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA, pemasok layanan perdagangan daring multi-aset.

Prospek pertumbuhan global tidak akan membaik dalam waktu dekat mengingat PMI global terbaru, tetapi prospek Amerika Serikat dan China akan tetap optimis untuk beberapa bulan ke depan, menurut Moya.

Artikel ini ditulis oleh:

Arie Saputra