Jakarta, Aktual.com — Harga pangan yang tinggi saat ini memang masih dikeluhkan oleh banyak konsumen, apalagi ketika memasuki masa panen raya.

Namun di satu sisi, harga yang tinggi di harga pangan tak berdampak lurus dengan kesejahteraan petani. Ini tentu harus menjadi perhatian serius pemerintah.

“Persoalannya sekarang adalah produksi pangan diklaim Mentan (Menteri Pertanian Amran Sualiman) meningkat, tapi yang ada harga pangan masih mahal. Sehingga konsumen bayar lebih mahal, cuma sayangnya petani tidak sejahtera,” ujar ekonom INDEF Enny Sri Hartati di Jakarta, Rabu (9/3).

Menurutnya, petani selama ini terbebani dengan segala hiruk-pikuk permasalahan di sekitar. Antara lain, gabah mereka dihargai murah, tapi biaya produksi mereka relatif tinggi. “Sehingga bisa jadi subsidi kepada petani selama ini tidak tepat sasaran.”

Masalah tingginya biaya produksi harus dapat diselesaikan oleh pemerintah. Dengan begitu subsidi itu memang dapat efisien dan sangat membantu kalangan petani.

“Jadi mestinya subsidi yang diberikan pemerintah kepada petani berupa subsidi benih, pupuk, atau alat-alat pertanian dapat mengefisienkan biaya petani. Kalau biaya petani efisien harga turun, konsumen (masyarakat) juga tidak akan keberatan.”

Dia kembali menambahkan, karena bagi petani tidak masalah mereka mendapat marjin kecil, selama biaya produksi mereka juga rendah. “Saya rasa bagi petani margin keuntungna kecil tidak masalah, selama ada efisiensi di produksi karena ada subsidi yang benar. Kalau begitu, konsumen juga dapat surplus utilitas, dengan membayar tidak lebih mahal.”

Bahkan jika begitu, maka daya beli masyarakat yang selama digembar-gemborkan pemerintah agar meningkat, bisa terjadi.

“Saya yakin, kalau seperti tadi daya beli masyarakat meningkat. Sekalipun belum ada swasembada pangan, kalau harga stabil daya beli masyarakat tetap meningkat.”

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu