Jakarta, Aktual.co — Tepat Pukul 00.00 WIB pada 19 Januari, Presiden Joko Widodo resmi menurunkan harga Premium menjadi Rp6.600 /liter dan harga solar Rp6.400/ liter. Ini adalah perubahan harga BBM yang ketiga kali di era pemerintahan yang belum genap 100 hari ini. Namun, penurunan harga premium ternyata tidak seperti yang diharapkan sebelumnya.
“Meski telah menurunkan harga BBM, harga premium di sejumlah daerah ternyata tidak sama. Saat ini terdapat tiga jenis harga premium yang berbeda di tiga wilayah,” ujar Koordinator Indonesia Energy Watch (IEW), Syarif Rahman Wenno dalam keterangannya kepada Aktual, Selasa (20/1).
Lebih lanjut dikatakan, perbedaan harga yang ditentukan Jokowi, sepertinya ada yang tidak beres dengan cara kerja pembantu Presiden khususnya Menteri ESDM Sudirman Said dan Dirut Pertamina Dwi Sucipto selaku eksekutor dari kebijakan Jokowi.
“Fakta yang terjadi di lapangan, tidak mengkonfirmasi apa yang telah diputuskan Presiden Jokowi. Pembangkangan dilakukan oleh dua pembantu Presiden itu secepatnya harus disikapi. Selain ada kesan cari untung, secara luas rakyat dirugikan akibat kebijakan sepihak oleh para pembantu presiden tersebut,” tegasnya.
Menurutnya, Presiden seharusnya tidak membiarkan situasi ini berlarut-larut karena semakin lama dibiarkan, tentu akan memprihatinkan kondisi rakyat.
“Atas sikap pembangkangan kami menyerukan agar Presiden Joko Widodo memecat Menteri ESDM Sudirman Said dan Dirut Pertamina Dwi Sucipto agar aksi seperti ini dikemudian hari tidak terulang kembali,” pungkasnya.
Untuk diketahui, Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Ali Mundakir menjelaskan, perbedaan harga berlaku untuk wilayah Jawa, Madura dan Bali (Jamali). Untuk Jawa dan Madura telah ditetapkan Rp6.700 per liter, untuk Bali menjadi wilayah yang paling termahal dengan Rp7.000 per liter. Sedangkan diluar ketiga wilayah tersebut hanya dibanderol Rp6.600 per liter.
“Kenapa Jawa Madura beda karena Jawa Madura itu sudah menjadi BBM umum, di luar itu Premium menjadi penugasan,” kata Ali Mundakir.
Lebih lanjut dikatakan, untuk wilayah Jawa dan Madura para pengusaha SPBU masih diperbolehkan mengambil margin atau keuntungan antara lima sampai 10 persen, sedangkan untuk di luar Jawa, Madura, dan Bali, pengusaha SPBU hanya diperbolehkan meraup untung di bawah sekitar lima persen.
“Kenapa Bali Rp7.000 karena pembulatan ke atas, dan adanya pajak bahan bakar kendaraan bermotor kalau di bali 10% diluar bali 5%,” tutupnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka













