Pekerja mengangkat kelapa sawit di Desa Pancang, Sebatik, Kalimantan Utara, Rabu (26/8). Pemerintah masih menjadikan industri sawit sebagai lumbung devisa negara. Dalam setahun ekspor minyak sawit mentah (CPOP) dan produk turunannya mencapai 15 miliar dolar AS dan berkontribusi tiga persen untuk produk domestik bruto (PDB) Indonesia. ANTARA FOTO/Rosa Panggabean/kye/15.

Jakarta, Aktual.com — Penurunan harga minyak sawit (CPO) dunia karena adanya dampak penurunan harga minyak dunia tidak terlalu berdampak bagi PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS).

Justru yang mengganggu kinerja perusahaan tersebut adalah, adanya fenomena alam seperti El Nino di 2015 atau pun La Nina di 2016. Apalagi yang disayangkan lagi, pemerintah juga lamban mengantisipasi hal tersebut.

“El Nino di 2015 atau pun La Nina di 2016 yang justru mengganggu produksi kami,” tutur Presiden Direktur Sawit Sumbermas, Rimbun Situmorang di Jakarta, Senin (7/3).

Apalagi dengan porsi perseroan yang lebih banyak untuk menyasar pasar domestik, maka mestinya harus lebih banyak peran serta pemerintah dalam mengembangkan industri ini. Meski dia juga bersyukur dengan pasar domestik harganya tak terlalu berpengaruh dengan kondisi global.

“Fenomena El Nino ini telah berdampak pada penurunan produksi berkisar 5-15 persen. Tapi memang penurunan sebesar 16 persen ini tidak berdampak secara operasional, tetapi revenue berkurang,” tuturnya.

Pada dasarnya, ia menambahkan, penurunan harga CPO global telah mengganggu kinerja seluruh perusahaan perkebunan kelapa sawit.

“Tetapi, selama ini kami bisa me-maintenance biaya operasional,” ujarnya.

Di tempat yang sama, Direktur Sawit Sumbermas, Harry M Nadir memperkirakan, dalam kurun tiga tahun ke depan harga CPO akan mengalami kenaikan rata-rata hingga Rp7.200 per kilogram.

“Range kami di kisaran Rp7.000-7.200/kg. Tetapi, range tersebut tergantung dari fluktuasi rupiah,” jelasnya.

Harry menyebutkan, kajian SSMS terkait potensi penguatan harga CPO tersebut mengacu pada pertimbangan kurs rata-rata rupiah di 2016 sebesar Rp13.800 per dollar AS.

“Karena harga yang kami susun didasari pada asumsi di APBN 2016,” imbuh dia.

Dia menambahkan, guna mendukung penguatan harga CPO, saat ini SSMS bersama dengan induk PT Citra Borneo Indah sedang membangun pabrik pengolahan senilai US$60 juta. Nantinya, kapasitas produksi pabrik mencapai 2.500 ton olein/hari dan 1.000 ton biodiesel/hari.

“Sebesar 100 persen TBS (tandan buah segar) yang kami produksi akan masuk ke pabrik ini dan diharapkan bisa beroperasi pada 2017, sekarang masih tahap konstruksi. Penyertaan kami di hilir sebesar 18,6 persen dari belanja modal,” papar Harry.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka