Jakarta, aktual.com – Empat puluh satu tahun silam, pimpinan2 mahasiswa ITB pada waktu itu Heri Akmadi, Rizal Ramli, Irzadi Mirwan, Jusman SD dll. menolak kepempinan Soeharto yg otoriter. Mereka memperjuangkan Indonesia yg lebih demokratis, bebas KKN dan ekonomi yang lebih adil. Gerakan diikuti oleh mahasiswa dari puluhan universitas di seluruh Indonesia. Dari Bandung, Makasar, Surabaya, Jokya, Semarang, Jakarta, Medan, Palembang dll. Puluhan pimpinan mahasiswa di seluruh Indonesia ditangkap diadili, dihukum 6bulan sampai 1,5 tahun.
Presiden Soeharto marah sekali, memerintahkan ABRI untuk menyerbu dan menduduki Kampus ITB di Jalan Ganesa Bandung.
Berikut adalah cerita kejadian penyerbuan itu berdasarkan biografi Let Jen Himawan Soetanto, Panglima Kodam Silawangi yg menolak penyerbuan militer thd kampus ITB. Sehingga komando pimpinan penyerbuan itu diambil alih langsung oleh Kopkamtib, menggunakan sebagian besar pasukan dari eks Timor Timor.
Salah satu ‘shock treatment’ dari Operasi Kilat dari Kopkamtib adalah serbuan yang dilakukan oleh Pasukan berbaret hijau ke kampus ITB pada dinihari 9 Februari 1978. Beberapa hari sebelumnya, kampus ITB dijadikan tempat kumpul para mahasiswa.
Pasukan itu mengobrak abrik dan mendudukinya. Menurut catatan, delapan orang mahasiswa luka terkena pukulan popor senapan. Kemudian rumah Prof.Dr. Ir. Iskandar Alisjahbana yang terletak hanya ratusan meter dari kampus ITB dan UNPAD diberondong peluru yang mengenai ruang tidur anaknya. Untungnya, anak perempuannya sedang tidak tidur di kamar tersebut. Keesokan harinya, rektor ITB mendatangi rumah Pangdam Siliwangi dan menuntut penjelasan sekaligus tanggung jawab atas perbuatan itu. “Hoe kunnen jullie zo laf zijn?” Mengapa kalian bisa begitu pengecut ? Katanya kepada Himawan Sutanto.
“Saya kira sudah jelas kebijaksanaan yang saya gariskan kepada mereka. Sehingga kalau ada dikatakan serbuan yang brutal dinihari di ITB dan penembakan rumah rektor, saya tidak tahu dari pasukan mana mereka itu. Saya tegaskan bahwa mereka pasti bukan dari Siliwangi atau TNI dan Polri yang ada di Bandung atau di Jawa barat” ujar Himawan lagi.
“Maka saat Prof.Iskandar mengatakan saya pengecut, saya katakan saya tidak tahu dari oknum mana mereka. Tapi saya tentunya sulit untuk membantah bahwa pelakunya bukan tentara. Karena peluru-peluru yang ditemukan dirumah Prof. Iskandar di jl. Sulanjana itu kaliber 45. Yang punya kaliber 45 itu siapa?”.
Soal penembakan rumahnya, pencopotannya sebagai rektor dan pencegahan ke luar negeri ditanyakan kepada teman dekatnya Doddy Tisnaamijaya. Doddy mengemukakan bahwa dari penjelasan yang ia peroleh dari Prof.B.J Habibie, pak Harto sangat tersinggung atas perbuatan mahasiswa-mahasiswa ITB dan amat kecewa mengapa Iskandar sebagai rektor ITB membiarkan mahasiswa-mahasiswanya melakukan penghinaan terbuka dan penghujatan itu.
[Himawan Sutanto, “MENJADI TNI”]
Artikel ini ditulis oleh:
Eko Priyanto