Jakarta, Aktual.co — Sebanyak 50 seniman Pulau Dewata yang terdiri atas penabuh dan penari ikut ambil bagian dalam pementasan Sendratari Ramayana di Gedung Natya Mandala Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Sabtu (03/01).

Rektor ISI Denpasar Dr. Gede Arya Sugiartha didampingi Kadek Suartaya S.,S.Kar., M.Si. mengatakan bahwa ke-50 seniman andal itu sebagian besar adalah dosen lembaga pendidikan tinggi seni yang pernah menjadi murid, mahasiswa, maupun bekas binaan dari almarhum Wayan Beratha yang meninggal dalam usia 91 tahun pada tanggal 10 Mei 2014.

Dalam pagelaran malam kenangan terhadap Empu Seni I Wayan Beratha yang bertajuk “Mengenang Empu Seni Karawitan Bali I Wayan Baratha” yang akan dimulai pukul 19.30 Wita itu menyajikan tiga buah ciptaan seni pertunjukan dari sekian banyak karya I Wayan Baratha, yakni tari Tani, tabuh Kutus Playon, dan Sendratari Ramayana.

Empu Seni I Wayan Beratha memiliki sumbangsih penting pada seni pertunjukan Bali karena dalam rentang perjalanan hidupnya, maestro seni karawitan dan tari yang dilahirkan di Banjar Belaluan, Denpasar, tahun 1923 telah mementaskan kesenian Bali ke berbagai negara penjuru dunia.

Pak Beratha–sapaan Empu Seni I Wayan Beratha–dikenal sebagai tokoh pembaharu gamelan kebyar dan pencetus lahirnya sendratari Bali. Jagat seni Bali kehilangan seorang seniman besar yang rendah hati.

“Untuk mengenang jasa luar biasa Pak Beratha sebagai seniman besar seni pertunjukan Bali itulah, di antaranya kami menyajikan karya-karya beliau kepada khalayak,” ujar Arya Sugiartha.

Dalam pagelaran Sendratari Ramayana, antara lain disajikan oleh Prof. Dr. I Wayan Dibia, S.S.T., M.A. (Anoman), Cokorda Raka Tisnu, S.S.T., M.Si. (Rahwana), dan Cokorda Putra Padmini, S.S.T., M.Sn. (Sita).

Sementara itu, para penabuh, antara lain Dr I Nyoman Astita, M.A., I Ketut Gede Asnawa, S.S.Kar., M.A., I Nyoman Windha, S.S.Kar., M.A., I Wayan Suweca, S.S.Kar., M.Si., I Wayan Suweca, S.S.Kar., M.Mus., dan sejumlah dosen ISI lainnya.

Sendratari Ramayana diciptakan pada tahun 1965 adalah salah satu karya monumental I Wayan Beratha. Seni drama tari dengan sumber cerita epos Ramayana itu begitu cepat dikenal luas oleh masyarakat Bali sehingga Wayan Beratha banyak diminta oleh sekaa (perkumpulan) seni pertunjukan untuk mengajarkan sendratari tersebut.

Didorong oleh sambutan yang begitu besar dari kalangan penonton terhadap pementasan sendratari yang dibawakan oleh Kokar Bali dan Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Denpasar pada tahun 1970-an, Wayan Beratha menambah peran-peran penting atau tambahan yang ada dalam cerita Ramayana.

Dikembangkan Lagi Suartaya menambahkan bahwa Sendratari Ramayana yang sebelumnya hanya terdiri atas beberapa adegan, yakni pengembaraan Rama, Sita, dan Laksmana di hutan Dandaka sampai terculiknya Sita oleh Rahwana, kemudian dikembangkan lagi dengan memasukkan peran-peran lain, seperti Anoman, Jatayu, Subali, Sugriwa, Kumbakarna, Wibisana, Trijata, beberapa dayang, monyet, dan raksasa, sehingga menambah durasi pentas dari empat puluh lima menit menjadi dua jam.

Kini, dalam bentuk yang dipadatkan, Sendratari Ramayana ciptaan I Wayan Beratha itu sering disajikan sebagai seni pertunjukan turistik untuk wisatawan dalam dan luar negeri yang menikmati liburan di Pulau Dewata.

Sebelumnya, Wayan Beratha telah menciptakan Sendratari Jayaprana pada tahun 1962, yang mengangkat lakon legenda romatik-tragik daerah Bali Utara, yakni sendratari pertama Bali setelah munculnya seni pentas dengan prinsip estetik yang sama (Sendratari Ramayana Prambanan) di Jawa Tengah pada tahun 1961.

Seluruh sendratari yang diciptakan Wayan Beratha dibawakan oleh siswa-siswi Kokar (Konservatori Karawitan) Bali, tempat dia mengabdi sebagai guru.

Pada tahun 1960-an, Wayan Beratha juga menciptakan Sendratari Mayadanawa (1966) dan Sendratari Rajapala (1967) yang sempat berkembang pada tahun 1970-an.

Dedikasi I Wayan Beratha untuk mengembangkan sendratari terus bergelora di sela-sela keasyikannya sebagai tukang laras gamelan yang laris.

Pada tahun 1977, Wayan Beratha diminta oleh Pemerintah Kabupaten Badung untuk menggarap sebuah sendratari yang akan disuguhkan dalam Festival Sendratari se-Bali.

Beratha memilih Nara Kesuma sebagai judul garapannya. Lakon yang mengisahkan masa muda Salya ini digarapnya dengan telaten dan penuh kesungguhan. Hasilnya, sendratari wakil Kabupaten Badung keluar sebagai juara pertama tingkat Provinsi Bali.

Masyarakat penonton dan jagat seni sungguh berterima kasih kepada Pak Beratha. Syukurlah, pemerintah daerah dan pusat telah memberikan pengakuannya terhadap ketokohan I Wayan Beratha lewat penganugrahan perhargaan seni.

Selain berjasa sebagai pembaharu gamelan kebyar, inovasinya menciptakan sendratari yang berawal pada tahun 1962 hingga puncak produktivitasnya berkarya iringan sendratari kolosal Pesta Kesenian Bali (PKB) hingga 1980-an meneguhkan diri I Wayan Beratha sebagai seniman perintis sendratari Bali.

“Kini, sendratari menjadi genre pertunjukan yang diapresiasi masyarakat, dan pantaslah Pak Beratha dihormati sebagai Bapak Sendratari Bali,” ujar Kadek Suartaya, kandidat doktor Kajian Budaya Universitas Udayana.

Artikel ini ditulis oleh: