Jakarta, Aktual.com — Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menjadwalkan sidang teguran (aanmaning) terhadap Yayasan Supersemar untuk memenuhi kewajibannya membayar ganti rugi kepada negara berdasarkan putusan Mahkamah Agung.
“Waktunya akan menyesuaikan dari pihak termohon, karena ini panggilan untuk melaksanakan putusan secara suka rela,” kata Kepala Humas PN Jaksel, I Made Sutrisna saat dikonfirmasi wartawan, Rabu (20/1).
Menurut dia, sidang teguran kali ini merupakan sidang untuk yang terakhir kalinya dimana yayasan peninggalan mendiang presiden Soeharto itu diminta melaksanakan putusan secara suka rela.
Apabila yayasan warisan Orde Baru itu kembali tidak hadir, maka selanjutnya pengadilan menganggap sidang teguran telah berlangsung.
“Setelah tanggal 20 Januari, pihak termohon (Yayasan Supersemar) kembali tidak hadir, maka sidang aanmaning dianggap telah berlangsung dan proses eksekusi diproses setelah delapan hari,” jelas Made.
Pada sidang kali ini, pihak Yayasan Supersemar akan dimintai ganti rugi pembayaran secara sukarela. Jika dalam batas waktu delapan hari setelah teguran disampaikan pembayaran denda tidak dilaksanakan oleh yayasan keluarga Cendana, maka pengadilan dapat melaksanakan eksekusi secara paksa.
Sebelumnya, telah terjadi penundaan sidang teguran untuk yayasan Supersemar pada 23 Desember 2015, namun kuasa hukum meminta penundaan hingga Rabu (6/1).
Setelah ditunda hingga 6 Januari pengacara yayasan Supersemar kembali meminta penundaan.
Pihak pengadilan akhirnya memutuskan hari ini, Rabu (20/1) sebagai panggilan sidang teguran terakhir.
Berdasarkan salinan putusan Mahkamah Agung, Yayasan Supersemar diputus bersalah karena sempat menyalurkan dana ke sebuah bank dan tujuh perusahaan. Bank yang sempat menerima dana dari Yayasan Supersemar adalah Bank Duta.
Pada Putusan MA Nomor 2896 K/Pdt/2009 disebutkan, Bank Duta sempat menerima uang sejumlah US$420 juta. Yayasan Supersemar juga tercatat pernah memberi dana sebesar Rp13 miliar kepada PT Sempati Air sebuah maskapai yang kini sudah bangkrut.
Selain itu, Supersemar sempat menyalurkan dana sebanyak Rp150 miliar ke PT Kiani Lestari dan PT Kiani Sakti.
Masih dalam putusan yang sama, MA mencatat Yayasan Supersemar pernah memberi dana Rp12 miliar kepada PT Kalhold Utama, Essam Timber, dan PT Tanjung Redep Hutan Tanaman Industri.
Terakhir, MA menyebut Yayasan Supersemar bersalah karena pernah memberi uang sejumlah Rp10 miliar ke Kelompok Usaha Kosgoro pada akhir 1993.
Atas semua itu, Yayasan Supersemar divonis bersalah oleh PN Jakarta Selatan pada 28 Maret 2008. Putusan PN Jakarta Selatan itu dikuatkan dengan vonis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada tingkat banding pada 19 Februari 2009.
Keberatan dengan putusan itu, Supersemar mengajukan kasasi ke MA pada Oktober 2010. Namun kasasi Yayasan Supersemar tidak diterima sepenuhnya oleh MA. MA menerima sebagian permohonan pemerintah, namun jumlah nominal denda yang harus dibayar Supersemar salah ketik dalam putusan tersebut.
Dalam putusan, tertulis denda yang harus dibayar Supersemar adalah 75 persen dari Rp185 juta. Padahal yayasan itu seharusnya membayar 75 persen dari Rp185 miliar, atau Rp 139 miliar kepada negara.
Atas kasasi itu, Kejaksaan Agung mengajukan peninjauan kembali (PK) pada September 2013, yang juga diikuti PK Yayasan Supersemar. MA akhirnya mengabulkan PK negara dan menolak PK Supersemar sehingga mereka mesti membayar denda sebesar Rp4,4 triliun lebih pada tahun ini.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby