Jakarta, Aktual.com – Kasus jaksa Chuck Suryosumpeno terus bergulir. Dirinya tak pernah lelah menuntut keadilan hukum di Indonesia. Meski Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta menolak upaya bandingnya, Chuck yang pernah menyelamatkan aset negara Rp 3,5 triliun ini kembali melakukan upaya hukum, yakni peninjauan kembali (PK).

Menurut kuasa hukum Chuck Suryosumpeno, Sandra Nangoy, putusan PT Jakarta diharapkan tidak membuat para jaksa yang diduga mengkriminalisasi kliennya jumawa.

“Para jaksa penyidik, Penuntut Umum maupun Jaksa Agung Prasetyo jangan jumawa dulu, karena putusan PT Jakarta bukanlah akhir segalanya. Putusan PT tidak berarti perkara ini menjadi inkraht,” kata Sandra di Jakarta, Kamis (17/10).

Sandra pun mengutip kata Prof Satjipto Rahardja, bahwa mereka yang kalah di Pengadilan belum tentu salah. Dan yang menang di Pengadilan belum tentu benar.

Pihaknya optimistis Mahkamah Agung dapat membatalkan putusan tersebut. “Artinya, majelis hakim masih bisa keliru,” ujarnya.

Sementara Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Haris Azhar ikut mengomentari putusan tersebut. Kata dia, majelis hakim yang diketuai Hakim Daniel Dalle Pairunan dengan anggota I Nyoman Adi Juliasa dan Achmad Yusak belum memberikan perlindungan hukum kepada para pencari keadilan seperti Chuck.

Ia menduga PT Jakarta tak memeriksa secara teliti berkas banding yang diajukan Chuck. “Saya rasa majelis tak memeriksa berkas secara teliti, karena kasus Chuck ini harus diteliti oleh majelis hakim yang teliti, cerdas dan sudah belajar tentang pemulihan aset. Mungkin majelis hakimnya tidak mau ambil risiko, dan mau main aman saja,” sindir Haris.

Menurut dia, hakim PT yang menangani kasus mantan Kepala Pusat Pemulihan Aset ini seperti ketakutan bila menyatakan bahwa Chuck tidak bersalah karena yang dihadapi oleh Chuck adalah Jaksa Agung.

“Yang menjadi pertanyaan adalah seberapa cermat majelis hakim menilai subjektivitas alat bukti, pernyataan saksi fakta dan pendapat ahli. Karena hal ini terkait sangat erat dengan independensi, kejujuran, kepahaman dan imparsialitas terhadap perkara,” ujar Haris.

“Jika ada kealpaan, kami bisa mendorong untuk melaporkan para hakim tersebut ke Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawas (Bawas),” ujarnya lagi.

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin