Jakarta, aktual.com – Aktivis Gerakan Mahasiswa 1998, Haris Rusly Moti, mengingatkan publik dan politisi PDI Perjuangan (PDIP) tentang asal usul kebijakan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen yang akan diberlakukan mulai 1 Januari 2025.
“Kita semua punya tanggungjawab mengingatkan para pimpinan dan politisi PDIP terkait asal usul kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025,” kata Aktivis Gerakan Mahasiswa 1998, Haris Rusly Moti, Sabtu (21/12).
Ia mengutip pesan Presiden Soekarno untuk menekankan pentingnya memahami sejarah.
“Kata Bung Karno, Jangan Sekali Kali Melupakan Sejarah (Jasmerah), kita harus selalu ingat sejarah, karena tidak ada yang ujuk ujuk, semuanya pasti ada asal usulnya,” lanjutnya.
Haris menegaskan bahwa kebijakan PPN 12 persen diatur dalam UU Nomor 7/2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang dibuat pada masa PDIP menjadi partai penguasa. “Kebijakan ini dibuat di era ketika PDIP menjadi ruling party, partai yang berkuasa di eksekutif dan di parlemen,” ucapnya.
Ia juga menyoroti peran penting sejumlah tokoh PDIP dalam proses legislasi tersebut. “Bukankah ketika kebijakan PPN 12 persen diketok palunya oleh DPR-RI dipimpin oleh Ketua DPR RI-nya Puan Maharani dari PDIP? Bukankah Ketua Panja UU yang menetapkan kebijakan PPN 12 persen adalah Dolfi OFP dari Fraksi PDIP?” tanyanya.
Haris mempertanyakan sikap sejumlah politisi PDIP yang kini mempersoalkan kebijakan tersebut.
“Kenapa sejumlah politisi PDIP jadi miopi, rabun sejarah, penglihatannya seakan buram, tampil seakan pahlawan di malam gulita, memprovokasi dan mempersoalkan bahkan meminta Presiden Prabowo membatalkan kebijakan PPN 12 persen?” katanya.
Menurut Haris, Presiden Prabowo hanya menjalankan perintah UU yang telah diputuskan oleh mayoritas fraksi di DPR-RI. “Justru Presiden Prabowo yang telah disumpah untuk menjalankan UU yang harus pasang badan menjalankan kebijakan yang dibuat di era PDIP sebagai ruling party,” ucapnya.
Namun, ia mengapresiasi langkah Presiden Prabowo yang berupaya merevisi kebijakan tersebut agar tidak membebani rakyat kecil. “Prabowo memutuskan agar PPN 12 persen hanya berlaku untuk produk barang mewah,” jelas Haris.
Haris menegaskan bahwa tanggung jawab terkait kebijakan PPN 12 persen seharusnya ada pada PDIP sebagai ruling party saat UU tersebut dibahas dan disahkan.
“Jika ditanya siapa yang bertanggungjawab terkait kebijakan PPN 12 persen? Menurut saya, yang bertanggungjawab terkait kebijan PPN 12 persen adalah PDI Perjuangan!! Mestinya di saat UU yang mengatur PPN 12 persen di bahas, PDIP sebagai ruling party tampil mematalkan di sahkan dan berlakunya UU ini,” tegasnya.
Di akhir pernyataannya, Haris kembali mengingatkan para politisi PDIP untuk tidak melupakan sejarah. “Kepada pimpinan dan politisi PDIP, ingat dan camkan kata Bung Karno; Jasmerah, jangan sekali kali melupakan sejarah,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain