Haris Rusly Moti

Jakarta, aktual.com – Aktivis Gerakan Mahasiswa 1998, Haris Rusly Moti, pada Kamis (26/12) menyatakan keyakinannya bahwa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto akan sangat berhati-hati dalam menerapkan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12%.

“Pandangan kritis kami terhadap karakter politik ‘esuk dele sore tempe’ (pagi kedelai sore tempe) yang dipertontonkan PDIP tak menunjukan kami anti kritik. Ibarat kata, ‘benihnya kau yang tanam, anaknya tidak mau kau akuin, bahkan kau tolak dan nistakan,’” ujarnya.

Haris menegaskan bahwa pemerintahan Prabowo terbuka terhadap kritik dan masukan dari berbagai elemen masyarakat.

“Saya yakin kritik dan masukan dari unsur ormas kemasyarakatan agama seperti MUI, KWI, PGI, Pengusaha, serta para intelektual dan ekonom terkait penerapan PPN 12% pasti dipertimbangkan oleh pemerintahan Prabowo,” katanya.

Menurut Haris, kritik dan masukan justru dapat memperkuat kebijakan tersebut. “Menurut saya setiap kritik dan masukan adalah ‘suplemen’ yang justru memperkuat pelaksanaan dari kebijakan PPN 12 persen agar makin berpihak pada kepentingan rakyat. Saya yakin Presiden Prabowo pasti mendengar dan membaca aspirasi yang berkembang untuk menyempurnakan kebijakan yang berpihak pada kepentingan rakyat,” katanya.

Dalam pandangannya, situasi geopolitik global yang semakin kompleks turut memengaruhi kebijakan ekonomi domestik.

“Kita memang menghadapi situasi geopolitik ‘saling kunci’ antara negara-negara blok barat yang dipimpin USA & Uni Eropa versus China dan Rusia. Dampaknya adalah ambruknya konsensus pasar bebas yang telah sekian lama jadi mekanisme perdagangan global,” ujarnya.

Haris menjelaskan bahwa perdagangan global kini bergeser dari free trade menjadi “Friendshoring,” yakni perdagangan antar negara dalam satu blok atau sekutu geopolitik.

“Situasi saling kunci geopolitik tersebut yang membuat ekonomi global diramal suram di 2025. Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyebut situasi global tersebut ‘kompleks’ dan ‘complicated, rumit dan ruwet,’” tambahnya.

Terkait penerapan PPN 12%, Haris menyebut bahwa kebijakan ini bukanlah produk pemerintahan Prabowo, tetapi pemerintah tetap bertanggung jawab.

“Terkait kebijakan PPN 12% ini sendiri, memang bukan kebijakan yang diproduksi di era pemerintahan Prabowo. Namun, pemerintahan Prabowo tidak cuci tangan dan tetap bertanggung jawab,” katanya.

Haris juga menekankan bahwa pemerintahan Prabowo tidak memiliki kebiasaan menyalahkan masa lalu dalam menghadapi tantangan.

“Saya kira bukanlah karakter Presiden Prabowo untuk menyalahkan masa lalu setiap menghadapi masalah dan tantangan. Saya yakin dalam penerapannya pemerintahan Prabowo sangat penuh kehati-hatian. Kita tidak memaksakan agar kebijakan PPN 12% ini diterima oleh seluruh rakyat dan dunia usaha,” jelasnya.

Ia berharap kebijakan ini dapat dipahami oleh masyarakat dan dunia usaha. Haris juga menyoroti pentingnya perhatian terhadap daya beli masyarakat menengah ke bawah.

“Sesuai masukan dari pimpinan DPR-RI yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR-RI Sufmi Dasco Ahmad, agar kebijakan penerapan PPN 12% jangan sampai makin memperlemah ekonomi dan daya beli masyarakat menengah ke bawah. Karena itu, penerapan PPN 12% diutamakan untuk komponen pajak barang mewah,” katanya.

Haris optimistis bahwa kebijakan ini akan diterapkan secara hati-hati. “Saya yakin pemerintahan Prabowo sangat hati-hati dalam membuat kategorisasi terkait komponen barang mewah yang dikenakan PPN 12%, sehingga daya beli ekonomi rakyat tidak terganggu,” ujarnya.

Mengakhiri pernyataannya, Haris mengimbau masyarakat untuk tetap menjaga persatuan dan kebersamaan.

“Saya berharap perbedaan pandangan terkait penerapan PPN 12% tersebut tidak melunturkan semangat persatuan dan kebersamaan dalam membangun ekonomi nasional. Saya berharap kita sama-sama menjaga agar bangsa kita dijauhkan dari dampak negatif, baik ekonomi maupun politik, akibat pertikaian geopolitik yang diperkirakan memanas di tahun 2025,” tutupnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain