Jakarta, Aktual.com — Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti, Yayat Supriatna menyatakan, pengentasan kawasan kumuh di ibukota masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) DKI 2013-2017, selain menyelesaian banjir dan macet.
“Isu penggusuran bagian dari itu. Pertanyaannya, apakah mengacu aturan?” ujarnya di Jakarta, Minggu (8/5).
Menurutnya, rencana pembangunan rumah susun (rusun) sebagai tempat relokasi warga terdampak penertiban maupun penggusuran, juga harus dibuka agar masyarakat tidak cemas.
Mengenai lokasi yang bakal ditertibkan pun harus dibedakan antara pemukiman legal atau ilegal. Perbedaan tersebut, kata Yayat, berdampak pada perbedaan pendekatan yang dilakukan.
Untuk pemukiman legal atau tanah milik warga yang dibuktikan dengan surat-surat, cara yang dipakai adalah rehabilitasi atau revitalisasi. “Kalau ilegal, mengacu Peraturan Menteri PU No. 2/2016,” beber alumnus Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung ini.
Kemudian, Pemprov DKI dalam melakukan penertiban harus mempertimbangkan hal-hal sebelum pelaksanaan, saat dilakukan, hingga pasca-kegiatan.
Konsep penggusuran juga jangan hanya mengacu pada relokasi. Tapi, berpedoman pada tiga konsep, yakni bina lingkungan, bina ekonomi, dan bina sosial. Bina lingkungan misalnya, harus memperhatikan antara tempat relokasi dengan akses masyarakat, baik tempat kerja, sekolah, dan fasilitas lainnya.
Bina ekonomi berkaitan dengan kesempatan kerja warga yang direlokasi dan bina sosial menyangkut sistem iuran yang berlaku di rusun nantinya. Itu semua harus dipertimbangkan masak-masak, agar masyarakat betah karena tidak dibebani pungutan biaya yang berpotensi membuat mereka pindah.
Artikel ini ditulis oleh: