Jakarta, Aktual.com – Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, Arief Poyuono, menilai Pembentukan PP Nomor 72 Tahun 2016 merupakan langkah cerdas dan tepat dalam rangka tertib administrasi dan tertib hukum Penyertaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas.
Sebab, modal negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas merupakan bagian dari kekayaan negara yang yang harus dipertanggungjawabkan pengelolaannya.
Menurutnya, PP 72 tahun 2016 membuat BUMN lebih strategis dan taktis dalam melakukan aksi korporasinya. Dimana sebelumnya, BUMN terlalu lambat dan kurang taktis dalam setiap melakukan aksi korporasi, seperti untuk melakukan privatisasi yang harus menunggu persetujuan DPR. Akibatnya, BUMN yang akan privatisasi kehilangan momentum untuk menarik modal yang banyak dari pasar modal karena keterlambatan persetujuan privatisasi BUMN.
“Karena bukan rahasia lagi saat BUMN akan privatisasi untuk mempermudah privatisasinya, banyak oknum DPR yang titip beli saham saat IPO. Masih ingat Nazarudin anggota DPR yang mengeruk keuntungan dari IPO Krakatau steel?” ujar Arief di Jakarta, Rabu (25/1).
Belum lagi, lanjutnya, dana lobby-lobby ke oknum anggota DPR yang harus disiapkan oleh BUMN agar privatisasi disetujui. Akhirnya, kata dia, banyak cost yang harus dikeluarkan BUMN yang akan melakukan privatisasi.
“Belum lagi kepada pengamat-pengamat ekonomi untuk membangun opini agar DPR meyetujui Privatisasi,”
“Nah, sekarang dengan terbit PP 72 tahun 2016 bukan hanya oknum-oknum DPR yang kebakaran jenggot tapi juga pengamat-pengamat ekonomi dan BUMN yang diuntungkan dengan status quo BUMN yang menolak PP 72 tahun 2016,” jelasnya.
Jadi, menurutnya, PP 72 tahun 2016 ini bisa menghindarkan BUMN sebagai sumber bancana selama ini.
Sementara, terkait holding BUMN yang diatur dalam PP 72 tahun 2016, juga merupakakan langkah yang tepat sejalan dengan makin besarnya peran BUMN sebagai instrumen Pemerintah dalam program pembangunan dan untuk menghadapi perkembangan perekonomian global, seperti pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN.
“Pemerintah telah berupaya melakukan peningkatan nilai, penguatan daya saing, perluasan jaringan usaha, dan kemandirian pengelolaan BUMN,” kata Politikus Partai Gerindra ini.
Namun, sambungnya, pemerintah juga harus profesional dalam penempatan top manajemen di BUMN.
“Jangan posisi top manajemen di BUMN, seperti posisi komisaris ditempati oleh orang-orang yang tidak kompeten. Jangan karena mantan relawan Joko Widodo saat pilpres yang tidak pernah kerja di perusahaan dan bermodal cuit cuit dan ketak ketik di medsos diangkat jadi komisaris,”
“Kalau bermodal cuit-cuit dan ketak-ketik di medsos diangkat sebagai komisaris, ya sama saja Joko Widodo tetap menjadikan BUMN sebagai bancakan politik,” pungkasnya.
Laporan: Nailin
Artikel ini ditulis oleh: