Jakarta, Aktual.com — Bank Dunia beberapa waktu lalu menyampaikan hasil analisanya terhadap kinerja pemerintahan Jokowi – Jusuf Kalla selama enam bulan. Pengamat ekonomi dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, Salamuddin Daeng mencatat sedikitnya ada tujuh hasil kerja pemerintahan Jokowi yang patut diperhatikan.
“Pertama, Pertumbuhan ekonomi diproyeksikan sebesar 4,7% untuk tahun 2015, turun dari proyeksi sebelumnya sebesar 5,2% karena pertumbuhan output riil melambat menjadi 4,7% tahun-ke-tahun pada kuartal pertama 2015, laju pertumbuhan paling lambat sejak 2009,” ujar Salamuddin di Jakarta, Kamis (23/7).
Kedua, lanjutnya, investasi tetap yang menurun serta melemahnya konsumsi masyarakat belakangan ini telah menurunkan pertumbuhan PDB Indonesia. Selain itu, konsumsi masyarakat hanya tumbuh 4,7% tahun-ke-tahun pada kuartal pertama, dibandingkan dengan rata-rata tingkat pertumbuhan 5,3% tahun lalu. Konsumsi masyarakat merupakan 55% sumber total belanja PDB dan berdampak besar pada pertumbuhan.
“Keempat, melemahnya laju pertumbuhan telah berimbas pada lesunya pembukaan lapangan kerja, dengan tingkat pertumbuhan tenaga kerja yang hanya cukup untuk menyerap peningkatan populasi usia kerja saja,” jelasnya.
Kelima, lanjutnya, pertumbuhan yang terus berjalan lambat, disertai menurunnya harga minyak dunia, turut mempersempit defisit transaksi berjalan menjadi 1,8% dari PDB pada kuartal pertama. Data perdagangan bulan April dan Mei menunjukkan penurunan lebih lanjut pada sektor impor – yang biasanya tidak terjadi pada bulan-bulan menjelang Ramadan.
Keenam, Meskipun pertumbuhan kredit melambat, aktivitas ekonomi melemah, dan harga bensin dan solar tidak berubah sejak Maret, inflasi bergerak semakin cepat dalam beberapa bulan terakhir, melebihi 7% tahun-ke-tahun pada bulan Mei dan Juni. Kenaikan harga pangan secara luas merupakan alasan utama kenaikan harga konsumen secara signifikan.
“Ketujuh, risiko utama terhadap prospek ke depan sebagai dampak dari harga komoditas yang tetap rendah dan penurunan lain terkait aktivitas ekonomi cenderung memburuk,” pungkasnya.
Ketentuan perdagangan yang terus melemah memberikan tekanan terhadap laba perusahaan dan pendapatan rumah tangga. Akhirnya berimbas pada suatu risiko utama bagi prospek permintaan dalam negeri.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka