Jakarta, Aktual.com — Altruisme merupakan perhatian terhadap kesejahteraan orang lain tanpa memperhatikan diri sendiri. Biasanya orang tersebut sangat peduli akan kesulitan orang lain dan tanpa pamrih memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan. Sebuah studi baru yang membahas mengenai konektivitas otak telah menemukan cara untuk mengetahui apakah sifat altruisme seseorang itu terjadi atas suatu dorongan atau keinginan dari dirinya sendiri.
Berkaitan dengan hal tersebut, Psikolog dan Neuroekonomi Grit Hein dan Ernst Fehr dari Departemen Ekonomi, Universitas Zurich telah menemukan, bahwa keselarasan spesifik jaringan saraf di otak manusia mengungkapkan motif sebenarnya dibalik pilihan perilaku tertentu.
Untuk mengetahu sistem kerjanya, ia pun menjelaskan bahwasanya, awalnya, peserta ditempatkan dalam ‘scanner’ fungsional magnetic resonance imaging (fMRI) saat melakukan keputusan altruistik.
Lalu skenario berlanjut pada sebuah pilihan yang dikendalikan oleh empati seperti keinginan untuk membantu orang untuk siapa?. Atau dengan motif timbal balik seperti keinginan untuk membalas kebaikan dari seseorang sebelumnya.
Meskipun keputusan yang didorong oleh motif yang berbeda, hasil fMRI kembali sama.
Namun, dengan menggunakan analisis Dinamis kausal Modelling (DCM), para peneliti mampu menyelidiki interaksi antara daerah otak yang berbeda dan menyoroti setiap perubahan konektivitas otak.
Hasil DCM menunjukkan perbedaan yang luar biasa . Dalam sinyal otak manusia, terdapat hubungan antara empati dan keputusan hubungan timbal balik yang dikendalikan.
Kemudian Grit Hein kembali menjelaskan, bahwa “Pengaruh dari motif pada interaksi antara daerah bagian otak yang berbeda begitu fundamental. Ini dapat digunakan untuk mengklasifikasikan motif seseorang dengan akurasi yang tinggi,” ujarnya, seperti dilansir laman Express.co.uk.
Kemudian penyelidikan lebih lanjut juga menemukan, bahwa apa yang memotivasi pilihan altruistik berbeda pada orang egois dan prososial.
Pada orang yang didominasi mementingkan diri sendiri motif empati meningkatkan perilaku altruistik, sementara timbal balik memiliki dampak yang kecil.
Sementara orang prososial, yang biasanya memiliki keinginan untuk membantu orang lain, bersikap lebih ‘altruistically’ ketika termotivasi oleh kebaikan bukan oleh empati.
Artikel ini ditulis oleh: