Jakarta, aktual.com – Politikus PDIP, Hasto Kristiyanto, tetap melanjutkan gugatannya terhadap Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) ke Mahkamah Konstitusi (MK), meskipun ia telah menerima amnesti. Pasal tersebut memuat ketentuan sanksi bagi pihak yang dianggap merintangi penyidikan kasus korupsi.
Kuasa hukumnya, Maqdir Ismail, menegaskan bahwa Hasto tidak berniat mencabut gugatan tersebut.
“Rencananya akan lanjut,” ujarnya saat dikonfirmasi pada Rabu (13/8/2025).
Maqdir juga menyampaikan bahwa Hasto dijadwalkan hadir secara langsung pada sidang hari ini. Sidang perdana perkara dengan nomor registrasi 136/PUU-XXIII/2025 itu akan digelar di MK. “Rencananya beliau datang,” tambahnya.
Dalam permohonannya, Hasto meminta agar MK menurunkan hukuman maksimal dalam Pasal 21 UU Tipikor dari 12 tahun penjara menjadi 3 tahun. Berdasarkan informasi dari situs resmi MK pada Rabu (6/8), gugatan tersebut telah teregistrasi dengan nomor perkara yang sama.
Hasto menjelaskan, ia mengalami kerugian konstitusional karena pernah ditetapkan sebagai tersangka dan didakwa melakukan perintangan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. Namun, majelis hakim pada akhirnya menyatakan bahwa ia tidak terbukti menghalangi penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus suap pergantian antarwaktu anggota DPR untuk Harun Masiku.
Ia berpendapat bahwa Pasal 21 tidak memiliki batasan yang jelas mengenai definisi perbuatan menghalangi penyidikan. Menurutnya, pasal tersebut berpotensi menjadikan tindakan hukum yang sah—seperti upaya praperadilan—sebagai bentuk perintangan atau penggagalan penyidikan. “Merujuk ‘karet’-nya bunyi Pasal 21 UU Tipikor, maka tindakan yang sah secara hukum pun tidak akan luput dari jeratannya sebab pasal tersebut tidak mensyaratkan adanya unsur ‘melawan hukum’ atau memberikan ‘batasan yang jelas maupun tegas’ dalam suatu perbuatan yang dikatakan sebagai ‘mencegah, merintangi atau menggagalkan’,” jelasnya.
Selain itu, Hasto menilai bahwa perbuatan yang diatur dalam pasal tersebut tidak semestinya digolongkan sebagai tindak pidana korupsi. Ia juga menganggap ancaman hukuman yang tercantum tidak proporsional jika dibandingkan dengan pasal-pasal lain di UU Tipikor. Misalnya, Pasal 5 yang mengatur pemberi suap memiliki ancaman minimal 1 tahun dan maksimal 5 tahun penjara, sementara Pasal 13 tentang pemberian hadiah atau janji kepada pegawai negeri memiliki ancaman maksimal 3 tahun. “Oleh karena itu, ancaman hukuman yang layak terhadap pelanggaran Pasal 21 UU Tipikor harus dimaknai sama dengan ancaman hukuman terendah dari UU Tipikor, yaitu Pasal 13 UU Tipikor, yakni dengan ancaman hukuman paling lama 3 tahun,” tegasnya.
Sebelumnya, Hasto dijatuhi vonis 3,5 tahun penjara karena terbukti memberikan suap kepada mantan komisioner KPU RI, Wahyu Setiawan, dengan tujuan menjadikan Harun Masiku sebagai anggota DPR melalui mekanisme PAW. Namun, hakim menyatakan ia tidak terbukti melakukan perintangan penyidikan.
Hasto akhirnya bebas setelah mendapatkan amnesti dari Presiden Prabowo Subianto. Amnesti tersebut menghapus kewajiban Hasto menjalani sisa masa hukumannya.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain

















