Luhut Minta Sudirman Buka Identitas Pencatut Nama Jokowi dan JK (Aktual/Ilst.Negara)

Jakarta, Aktual.com — Kejaksaan Agung terus mengorek rekaman berdurasi 1 jam 27 menit antara Setya Novanto, Presiden Direktur PT Freeport Maroef Sjamsoeddin dan pengusaha Riza Chalid dalam pembicaraan permintaan saham PT Freeport. Namun demkian, langkah Kejagung yang dikomandoi oleh Muhammad Prasetyo itu salah arah.

Sebab, menurut Direktur Eksekutif Suara Indonesiaku Siek Tirto Soeseno bahan awal untuk menelusuri kasus PT FI yakni dari pertemuan PT Freeport dengan pemerintah sebelum melakukan pertemuan dengan Setya Novanto yang ketika itu menjabat sebagai Ketua DPR, karena patut diduga bisa jadi para pejabat pemerintahan sudah mendapatkan ‘saham’ sebelum kasus ‘papa minta saham’ ini bergulir.

“Jadi, aparat hukum seperti Kejaksaan Agung, Mabes Polri atau bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi agar tidak berkutat kepada Setnov atau Riza semata. Namun, bagaimana oknum pejabat sebelumnya akan kah ikut diperiksa. Sebab, sejak perusahaan asal Amerika itu berdiri di bumi Cendrawasih, tampaknya sudah banyak ‘papa-papa minta saham’ tersebut,” ujar dia ketika dihubungi, Sabtu (19/12).

Ia menerangkan, bahwa batas terakhir PT Freeport Indonesia (PT FI) harus menyampaikan penawaran pelepasan saham atau divestasi sebesar 30 persen dari total sahamnya kepada Pemerintah Republik Indonesia adalah tanggal 14 Januari 2016. Penawaran itu wajib disampaikan paling lambat dalam tenggat waktu hanya 90 hari, itu dihitung dari mulai 14 Oktober 2015.

“Divestasi itu jelas-jelas diatur oleh Peraturan Pemerintah (PP) nomor 77 Tahun 2014 yang disahkan tanggal 14 Oktober 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang diproduk pada akhir masa jabatan mantan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY),” ucapnya.

Meski kata dia, penanggalan itu tidak diatur PP itu, namun penjadwalan tanggal jatuh tempo sebagai bahagian dari teknis aturan yang disandarkan pada keputusan Kementerian ESDM. “Tentu PT FI kena ‘jerat’ divestasi, sebab termasuk perusahaan penambang yang melakukan kegiatan tambang bawah tanah,” tegas dia.

Doktor Ilmu Politik dari Universitas Indonesia itu menjelaskan, walau di dalam PP itu tahun 2015 PT FI harus mendivestasikan sahamnya, namun ternyata dalam realisasinya yang pertama-tama adalah alokasi 20 persen terlebih dahulu pada tahun ini dan 10% pada lima tahun pasca PP itu disahkan, yakni tahun 2019.

“Lalu, divestasi PT FI itu seperti menjadi ‘produk unggulan’ Menteri Sudirman Said,” ucap dia.

“Namun, yang unik, dari kewajiban divestasi 30% itu ternyata pada tahun ini PT FI hanya ‘wajib’ melepaskan 20%.”

Ia mengatakan, saham yang riel ditawarkan PT FI tahun ini hanya sebesar 10,64 persen. Alasannya, lantaran sebelumnya pemerintah Indonesia telah memiliki saham sebesar 9,36 persen di PT FI.

“Jadi, timbul pertanyaan mendasar bagi publik, saham sebesar 9,36 persen di PT FI itu sejak kapan diberikan? Bagaimana cara pemerolehannya dan kepada siapa saat itu diberi? Sebab, kalau memang itu sudah didapatkan pemerintah lantas kenapa Kementerian ESDM masih mengharuskan mereka mendivestasi angka 20% ditahun ini,” tanya dia penuh keheranan.

Atau dia menilai kenapa mengharuskan PT FI divestasi 30%, kenapa tidak di angka 20,64% saja jikalau memang sebelumnya sudah ada saham pemerintah sebesar 9,36 tersebut.

Oleh karena itu, ia meminta penegak hukum bekerja cerdas dalam mengusut kasus Freeport tersebut. Sebab ia kembali menegaskan adanya dugaan pemerintah ‘bermain’ dalam sengkarut kontrak freeport. Yang jelas, menurut dia, PT Freeport telah diuntungkan karena kegaduhan yang tercipta pasca rekaman pertemuan Setnov, Riza dan Maroef dibongkar.

Sekema ‘mengorbankan’ setya novanto itu, membawa angin segar bagi perusahaan paman sam itu untuk tetap bertahan menguasai tambang emas di tanah Papua. “Seperti ada keuntungan bagi PT FI jikalau mereka membuka ke publik. Itu yang belum bisa kita lihat bersama.”

Atas hal tersebut, ia mengaku heran dengan sikap Presiden Joko Widodo yang lengah terhadap anak buahnya yang sudah terlebih dulu ‘bermain mata’ dengan PT Freeport.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu