Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Hidayat Nur Wahid mengapresiasi Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023
SEMA tersebut memberikan pedoman kepada pengadilan di lingkungan MA, terutama pengadilan negeri, untuk tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan beda agama.
Ia juga mengingatkan agar SEMA ini harus ditaati dan dilaksanakan secara konsisten oleh para Hakim di seluruh Pengadilan di wilayah hukum Indonesia.
“SEMA ini bukan hanya perlu diapresiasi, tetapi juga harus ditaati dan dilaksanakan bersama-sama, oleh seluruh hakim dan lembaga peradilan. Apalagi esensi dari SEMA ini juga sesuai dengan Konstitusi dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak pengesahan perkawinan beda Agama,” ujarnya, Rabu, (19/7).
Dia mengatakan, sikap Ketua MA, Muhammad Syarifuddin yang menerbitkan SEMA ini dengan menjadikan UU Perkawinan sebagai rujukan utama sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan hukum yang berlaku.
“SEMA itu sejalan dengan pelaksanaan prinsip Indonesia sebagai negara hukum yang dijamin dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945, dan juga berbagai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menguatkan UU Perkawinan dan karenanya menolak pengesahan pernikahan beda Agama,” jelasnya.
Menurutnya, dengan terbitnya SEMA tidak ada lagi hakim di Pengadilan Negeri yang ‘mengakali’ celah hukum dengan mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan beda agama.
“SEMA ini harus menjadi pedoman bersama di lingkungan Peradilan, MA sudah menegaskan bahwa perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya,” ujarnya.
Fenomena pencatatan perkawinan beda agama sudah terjadi setahun terakhir ini, diawali oleh Pengadilan Negeri Surabaya yang mengabulkan pencatatan perkawinan beda agama.
Selanjutnya seperti bola salju, fenomena ini juga dilakukan oleh para hakim di sejumlah pengadilan, seperti di Pengadilan Negeri Pontianak, Pengadilan Negeri Yogyakarta, Pengadilan Negeri Tangerang, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dan terakhir pada Juni 2023 dilakukan kembali oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Karena itu, dia menegaskan, SEMA ini penting dijadikan dasar hukum untuk menegakkan prinsip Indonesia sebagai negara hukum, dan mengoreksi perilaku dan pemahaman hukum yang menyimpang di kalangan sebagian hakim.
“Agar ke depan masalah itu tidak terulang lagi, agar masyarakat lintas agama tidak resah, agar toleransi beragama makin bisa dilaksanakan dengan baik dan benar,” kata dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan