Jakarta, aktual.com – Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid (HNW), menyatakan dukungannya terhadap Fatwa MUI tentang Pajak Berkeadilan, khususnya terkait penghapusan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk lembaga nirlaba seperti pesantren. Ia mendorong pemerintah segera menerapkan ketentuan dalam fatwa tersebut agar pesantren tidak lagi terbebani pungutan yang seharusnya dikecualikan.
Fatwa tersebut, yang diputuskan pada Munas XI MUI (23/11), menegaskan bahwa zakat dapat dihitung sebagai pengurang pajak serta menilai tidak tepat apabila bumi dan bangunan yang ditempati dikenakan pajak berulang.
HNW menjelaskan bahwa hingga kini banyak pesantren masih menyampaikan keluhan soal pungutan PBB, padahal mereka adalah lembaga pendidikan dan sosial-keagamaan nirlaba yang berkontribusi besar dalam mendukung pembangunan nasional.
“Dengan adanya fatwa MUI itu semoga semakin menyegerakan hadirnya koreksi oleh Pemerintah atas perpajakan terhadap Pesantren ini,” ujar HNW dalam keterangan tertulis, Selasa (25/11/2025).
Politisi PKS tersebut mengungkapkan bahwa dirinya telah menyampaikan aspirasi pembebasan pajak bagi pesantren langsung kepada Menteri Agama dalam Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI pada 11 November lalu.
Sebagai anggota Komisi VIII, ia mendorong agar Kementerian Agama berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak untuk menindaklanjuti aspirasi tersebut, sekaligus menjalankan fatwa MUI dengan menghapus PBB bagi pesantren.
Dari sisi regulasi, Pasal 38 UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah telah menegaskan bahwa lembaga yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, termasuk lembaga keagamaan dan pendidikan, berhak mendapatkan pengecualian PBB. Dengan demikian, pesantren masuk kategori yang seharusnya tidak dikenai pajak tersebut.
Selain itu, UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan juga menegaskan bahwa harta hibah yang diterima badan keagamaan dan pendidikan, termasuk pesantren, tidak menjadi objek pajak penghasilan.
HNW berharap agar Ditjen Pesantren dapat segera diresmikan, sehingga pemerintah melalui Kementerian Agama memiliki perangkat yang lebih kuat dalam melakukan advokasi, termasuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang masih membebani pesantren.
“Semoga Ditjen Pesantren segera terbentuk sehingga selain ada peningkatan dukungan anggaran bagi Pesantren, juga ada advokasi serius… untuk mengatasi masalah yang memberatkan Pesantren seperti masih dikenakannya pajak bumi dan bangunan,” lanjutnya.
Ia menambahkan bahwa dengan tidak lagi menangani urusan haji dan umrah, Kementerian Agama diharapkan dapat lebih fokus dalam memperjuangkan kepentingan pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan strategis. Menurutnya, kebijakan pajak yang adil akan membantu pesantren memaksimalkan perannya dalam membina generasi Z menuju Indonesia Emas 2045.
“Maka Fatwa MUI yang mementingkan keadilan itu penting segera dilaksanakan secara progresif dan komprehensif,” pungkas HNW.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain

















