Jakarta, aktual.com – Seorang Muslim tidak hanya dituntut untuk memperbaiki diri dalam urusan agama, tetapi juga dalam urusan dunia. Islam bukanlah agama yang membatasi ibadah hanya pada ritual semata, melainkan mengajarkan keterpaduan antara agama dan kehidupan sehari-hari.
Selama ini, banyak orang memahami husnul khatimah sekadar meninggal dunia dalam keadaan sedang shalat, berpuasa, berhaji, atau sujud. Pemahaman ini memang umum di tengah masyarakat, namun sebenarnya belum menggambarkan keluasan ajaran Islam. Akibat pengaruh serangan pemikiran (ghazw fikri) dan budaya (ghazw tsaqafi), sebagian umat bahkan mempersempit ibadah hanya pada ritual-ritual tertentu. Padahal, ibadah jauh lebih luas daripada itu.
Sayyidina Umar bin Khattab r.a. pernah menyatakan keinginannya untuk wafat dalam keadaan bekerja, berdagang, dan mencari nafkah. Baginya, wafat ketika menunaikan amanah, menjaga keluarga, dan memenuhi tanggung jawab adalah bentuk husnul khatimah yang sejati. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah ﷺ:
كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْؤولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.”
Bekerja dalam Islam bukan hanya aktivitas duniawi, melainkan dapat menjadi ibadah, bahkan jihad. Rasulullah ﷺ menegaskan bahwa puncak tertinggi Islam adalah jihad. Namun, jihad tidak selalu dimaknai sebagai mati di jalan Allah. Yang lebih utama adalah hidup di jalan Allah, karena hidup menuntut perjuangan melawan godaan, fitnah, dan bisikan setan. Itulah sebabnya Umar bin Khattab r.a. berharap wafatnya terjadi ketika bekerja, menunaikan amanah, dan berjuang di jalan Allah.
Namun, tidak semua pekerjaan otomatis bernilai ibadah. Ada dua syarat utama: pertama, niatnya harus untuk mendekatkan diri kepada Allah; kedua, pekerjaan itu memberi manfaat, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.
Jangan sempitkan makna ibadah hanya pada shalat, puasa, haji, atau umrah. Setiap usaha yang diniatkan karena Allah—baik menafkahi keluarga, menolong sesama, menjaga amanah, maupun menegakkan kebenaran—semua itu adalah ibadah. Sebab, hidup di jalan Allah jauh lebih berat sekaligus lebih mulia daripada mati di jalan Allah.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain

















