Jakarta, Aktual.com — Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Pandeglang, KH Khozinul Asror mengajak umat Islam untuk menjaga dan memelihara ukhuwah (perrsaudaraan), karena nilai-nilai ukhuwah merupakan perekat dalam kehidupan beragama untuk menciptakan kehidupan yang penuh kedamaian.
“Untuk mewujudkan kehidupan beragama yang damai, saya kira ada tiga hal yang perlu diterapkan. Yakni pertama, konsep ukhuwah Islamiyah atau yang dikenal persaudaraan sesama muslim. Tanpa disadari sikap-sikap hasut, saling membenci, radikal, anarkis, awalnya berangkat dari ukhuwah yang tidak islamiyah,” kata KH Khozinul Asror saat menjadi pembicara dalam seminar kebangsaan “Memaknai Kemerdekaan untuk Memperkuat Kehidupan Beragama yang Damai,” di Aula Kanwil Kemenag Banten, di Serang, Kamis (27/8).
Ia mengatakan, kalau nilai ukhuwah Islamiyah terus dibangun, apalagi dalam lingkup wilayah Negera Kesatuan Indonesia (NKRI) yang beragam suku bangsa dan agama, maka akan tercipta kehidupan yang damai.
“Keanekaragaman adalah hal yang mutlak, dengan ukhuwah kita bisa menjadi kuat dan kehidupan menjadi damai,” kata Asror dalam seminar yang juga menghadirkan narasumber lain yakni Ketua Harian Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) Provinsi Banten KH M Shodiqin, dan akademisi UIN Syarief Hidayatullah, Dr Sihabuddin Noor.
Selain ukhuwah Islamiyah, tutur KH Asror, ukhuwah wathaniyah atau persaudaraan sesama bangsa dan negara. Meskipun berbeda suku, ras, dan agama apakah agamanya Islam, Kristen, Hindu dan Budha, selama bangsa dan negara Indonesia maka wajib saling menghargai sebagai ukhuwah wathaniyah.
“Mereka adalah saudara kita sebagai bangsa. Jangan mentang-mentang kita Islam dia Kristen langsung tonjok saja. Islam yang benar yakni Islam yang ramah bukan yang marah,” kata Asroro dihadapan ratusan santri pelajar dan mahasiswa.
Ukhuwah yang ketiga, kata Asror, yakni ukhuwah insaniyah atau persaudaraan sesama umat manusia. Apapun sukunya, baik suku Batak, Sunda, Jawa maupun pedalaman, adalah saudara sesama manusia.
Akademisi UIN Syarief Hidayatullah Dr Sihabuddin Noor dalam paparannya mengatakan, munculnya gerakan radikalisme keagamaan tidak disebabkan oleh faktor tunggal yang berdiri sendiri. Berbagai faktor seperti ekonomi, lingkungan pendidikan, dan politik kawasan dan dunia turut serta mempengaruhi sikap radikalisme dalam Islam.
“Radikalisme juga seringkali digerakkan oleh pemahaman keagamaan yang sempit, perasaan yang tertekan dan terhegemoni, adanya perasaan ancaman secara psikososial serta ketidakadilan lokal dan global,” kata Syihabuddin.
Menurut dia, Islam di Indonesia yang telah berinteraksi secara damai selama berabad-abad, telah memberikan corak dan warna yang khas Nusantara berbeda dengan corak dan perkembangan Islam dibelahan dunia lainnya. Kekhasan ini tumbuh dan berkembang sesuai dengan alur dan perkembangan budaya dan peradaban.
Sedangkan, Ketua FSPP Banten M Shodiqin menyoroti tentang makna kemerdekaan bangsa Indonesia saat ini yang belum sepenuhnya merdeka dilihat dari sisi ekonomi, politik dan budaya.
“Dari sisi teritorial Indonesia memang sudah merdeka. Namun dari sisi ekonomi, budaya, politik dan lainnya tentu belum. Termasuk juga dari sisi ideologi kita yakni pancasila sudah banyak terganggu atau serangan dari ideologi lain,” katanya.
Artikel ini ditulis oleh: