Jakarta, Aktual.com — Museum merupakan salah satu tujuan wisata populer di luar negeri, seperti Museum Louvre di Paris yang menyimpan lukisan Monalisa.
Ada sepuluh juta orang yang mengunjungi Museum Louvre setiap tahun. Ironisnya, jumlah pengunjung satu museum di Paris sama dengan total pengunjung Museum se-Indonesia dalam setahun.
Salah satu faktor adalah persaingan dengan tempat hiburan lain. Misalnya, pusat perbelanjaan dan kurangnya inovasi meningkatkan daya tarik Museum Indonesia.
Museum Nasional Republik Indonesia yang pertama dan terbesar di Asia Tenggara berusaha meningkatkan popularitas Museum lewat program Akhir Pekan @Museum Nasional sejak 2013.
Ratusan ribu koleksi bersejarah tanpa penjelasan menarik mungkin terlihat sebagai benda mati yang membosankan bagi pengunjung.
Kepala Museum Nasional Indonesia Intan Mardiana mengatakan, bahwa pihaknya ingin membuat gebrakan agar keluarga Indonesia dapat menikmati koleksi secara interaktif. Pemahaman itu akan membuat generasi muda memahami sejarah Indonesia lebih dalam lagi.
“Bila anak belum paham sejarah Indonesia, bagaimana mereka bisa bangga?” kata Intan.
Digandenglah Dapoer Dongeng dan Teater Koma untuk meracik pentas yang diinspirasi dari artefak-artefak dalam tempat yang juga dikenal sebagai Museum Gajah karena halamannya dihiasi patung gajah hadiah dari Raja Chulalongkorn, Thailand.
Khusus tahun ini, mereka menggelar pentas dongeng sebanyak dua kali, pada tanggal 20 dan 27 September, dengan tema maritim. Selain untuk memperingati Hari Maritim Sedunia pada tanggal 26 September, tema bahari memang sedang menjadi perbincangan hangat di Indonesia.
Proses Menghidupkan Artefak “Story telling adalah alat yang sangat efektif untuk membuat penonton paham mengenai informasi sejarah di balik artefak,” kata pimpinan Dapoer Dongeng Yudhi Soerjoatmodjo.
Dongeng yang disampaikan bukanlah karangan, melainkan bersumber dari koleksi bersejarah. Dalam menghidupkan artefak-artefak dalam pertunjukan, Museum Nasional, Dapoer Dongeng, dan Teater Koma berbagi tugas. Dapoer Dongeng memilih koleksi yang akan diangkat bersama Museum Nasional, kemudian melakukan riset dari segala aspek artefak untuk diracik menjadi kisah menarik.
“Harus relevan sama kekinian, kami cari artefak yang akan dimengerti penonton saat dikisahkan,” jelas Yudhi.
Butuh sekitar 2 bulan untuk menggarap cerita hingga matang dan siap dipentaskan. Setiap kisah hanya fokus pada tema yang sempit agar kisahnya mendalam. Selain itu, pengunjung juga akan tergoda untuk datang kembali melihat koleksi artefak lain di lain waktu.
Yudhi berkaca dari pengalamannya sewaktu duduk di bangku sekolah dan berkunjung ke museum. Pusing kepalanya saat harus memahami seluruh koleksi museum dalam waktu relatif singkat.
Salah satu contoh cerita yang pernah ditampilkan pada Akhir Pekan @Museum Nasional adalah mengenai pelana kuda Pangeran Diponegoro yang sempat dirampas Belanda.
Yudhi ingin menuturkan kisah perjuangan Diponegoro dengan pendekatan berbeda. Akhirnya, dia membuat cerita dari sudut pandang Kiai Gentayu, kuda hitam milik Diponegoro yang mengenakan pelana tersebut.
Lewat cerita Kiai Gentayu, penonton diajak memahami kisah Diponegoro, seperti sebab Perang Jawa, strategi perang Diponegoro dan Belanda juga kiprah kuda perangnya saat membawa Diponegoro ke tengah pertempuran.
Informasi sejarah itu larut dalam dialog menarik dan ringan sehingga penonton tidak merasa digurui. Setiap dongeng disuguhkan dalam durasi relatif singkat, sekitar 15–20 menit, dengan bumbu humor dan sudut pandang unik. Kemudian, eksekusi diserahkan pada Teater Koma.
“Di sini, saya merasakan roh yang berbeda karena berhubungan dengan koleksi,” kata pendiri Teater Koma Ratna Riantiarno.
Pentas dongeng “Berbiduk-biduk di Langit, Berlayang-layang di Lautan”, Minggu (20/9), terinspirasi artefak nelayan nusantara, seperti bubu, alat pancing, dan kapal tradisional, disajikan lewat wayang tavip, wayang warna-warni, dari plastik transparan.
Didalangi oleh Budi Ros, aktor senior Teater Koma, penonton diajak tenggelam dalam kisah tiga pelaut muda bloon dan kakek nelayan.
Alkisah, tiga kelasi beloon itu bernasib nahas karena terkatung-katung di tengah laut karena kapal mereka rusak. Mereka kemudian belajar mengenai keterampilan navigasi dan menangkap ikan dari para nelayan tradisional yang kini ditinggalkan.
Untuk memfasilitasi program-program interaktif dalam museum pada masa mendatang, Museum Nasional sedang membangun teater berkapasitas 400 orang yang rencananya rampung pada awal 2018.
Peningkatan Pengunjung Program yang berjalan sejak 2013 telah meningkatkan minat pengunjung ke museum. Ada sebanyak 2.988 pengunjung yang datang menikmati program tersebut, atau 199 persen lebih banyak daripada jumlah yang ditargetkan.
“Target kami, hingga akhir 2015 ada 300.000 pengunjung,” imbuh Intan.
Yudhi menyebutkan dari hasil kuesioner yang dibagikan kepada pengunjung, terkuaklah fakta bahwa perempuan memiliki andil besar dalam meramaikan Akhir Pekan @Museum Nasional. Hampir 70 persen dari penonton adalah anak-anak dan perempuan, baik itu istri, ibu, nenek, bibi, maupun komunitas perempuan.
“Perempuan adalah pihak penting dalam menentukan wawasan anak,” ujar Yudhi.
Saat anak sudah jatuh cinta pada Museum, kata dia, mereka yang akan mengajak orang tua untuk datang ke Museum.
Akhir Pekan @Museum Nasional juga memperkenalkan Peta Jelajah agar interaksi dengan koleksi museum tetap terjalin meski penonton telah pulang ke rumah.
Peta ciptaan Dapoer Dongeng ini berisi informasi, teka-teki, kuis dan permainan yang terkait dengan pentas dongeng di Akhir Pekan @Museum. Pemilik peta dirangsang untuk mencari jawaban, baik itu lewat koleksi di museum maupun artikel dalam media sosial Museum Nasional.
Artikel ini ditulis oleh: