Jakarta, aktual.com – Maulana Syekh Yusri Rusydi menjelaskan nasehat yang disampaikan oleh Lukman al-Hakim kepada anaknya sebagai berikut.
Lukman al-Hakim menyampaikan firman Allah Swt:
وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
“Dan sederhanalah kamu dalam (cara) berjalan, serta pelankanlah suaramu, karena sesungguhnya sejelek-jelek suara adalah suara keledai,” (QS. Lukman: 19).
Syekh Yusri menambahkan, bahwa kesederhanaan tidak hanya dalam berjalan, akan tetapi juga dalam semua hal. Janganlah berambisi untuk menjadi orang yang paling kaya, jangan pula menjual apa yang dimiliki hingga menjadi orang yang paling fakir.
“Jangan sibukkan diri untuk bekerja pada setiap waktu sehingga tidak lalai terhadap Allah Ta’ala, akan tetapi yang sedang-sedang saja,” pungkas Syekh Yusri.
Pada ayat tersebut Allah memerintahkan untuk melunakkan atau memelankan suara, dan tidak mengeraskannya, baik ketika belajar, mengajar, mendidik anak, ataupun menasehati. Karena sesungguhnya suara yang paling buruk adalah suara keledai, dimana sangat keras dan juga menunjukkan keledai tersebut sedang melihat makhluk Allah yang paling buruk, yaitu Syaitan.
Rasulullah Saw telah bersabda:
إِذَا سَمِعْتُمْ صِيَاحَ الدِّيَكَةِ فَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ فَإِنَّهَا رَأَتْ مَلَكًا وَإِذَا سَمِعْتُمْ نَهِيقَ الْحِمَارِ فَتَعَوَّذُوا بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ فَإِنَّهُ رَأَى شَيْطَانًا
“Apabila kalian mendengar suara ayam jago maka memohonlah kepada Allah atas karunia-Nya, karena ia sedang melihat malaikat. Dan apabila kalian mendengar suara keledai maka memintalah perlindungan kepada Allah dari syaitan, karena sesungguhnya ia telah melihat syaitan,” (HR. Bukhari).
Pada ayat ini, Allah Swt memperingatkan agar jangan sampai suara seorang mukmin keras seperti keledai, akan tetapi lemah lembut dan dengan penuh adab. Allah Swt mencela salah satu sifat dari keledai, yaitu suaranya. Begitu pula ketika kita mencela atau mengingkari sebuah kemungkaran, maka kita juga hendaknya mengingkari kemungkaran itu sendiri, bukan kepada orang yang melakukannya.
Kita benci kepada kemaksiatan, bukan kepada orang yang melakukannya, karena dia adalah masih dalam satu ikatan tali persaudaraan, yaitu ukhuwah islamiah. Bahkan ketika kita benci kepada orang kafir, yang harus kita benci adalah sifat kekufurannya, adapun orangnya adalah masih memiliki ukhuwah insaniyah (hubungan kemanusiaan), yaitu sama-sama anak keturunan nabi Adam AS.
“Di dalam amar ma’ruf nahi mungkar, kita bermuamalah dengan sifat, bukan dengan pribadi seseorang. Apabila tidak demikian, maka kita orang yang tidak mengenal Allah. Bahkan iblis sekalipun, kita membencinya oleh sebab sifatnya yang menyesatkan, bukan karena ia adalah makhluk yang diciptakan dari api,” pungkas Syekh Yusri.
Lihatlah Nabi Luth AS, beliau berkata kepada kaumnya,
قَالَ إِنِّي لِعَمَلِكُمْ مِنَ الْقَالِينَ
“Telah berkata Nabi Luth: sesungguhnya saya termasuk orang yang membenci terhadap perbuatan kalian,” (QS. As-Syu’ara: 168)
Wallahu A’lam.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain