Perajin menyelesaikan pembuatan tempat parcel berbahan rotan di sentra kerajinan rotan desa Trangsan, Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis (8/6). Jelang Lebaran tempat parcel berbahan rotan yang telah diproduksi satu tahun tersebut mulai didistribusikan ke Solo dan Yogyakarta yang dijual dengan harga Rp. 7.000 hingga Rp. 60 ribu tergantung model dan ukuran. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/pd/17.

Solo, Aktual.com – Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) meminta pemerintah membentuk Bulog khusus untuk rotan sehingga perajin tidak lagi kesulitan memperoleh komoditas tersebut.

“Saat ini kami mengalami kendala besar terkait kelangkaan bahan baku, salah satunya akibat penyelundupan rotan yang banyak terjadi di beberapa daerah,” kata Ketua Bidang Bahan Baku DPD HIMKI Soloraya Suryanto di Solo, Ahad (6/12).

Oleh karena itu pihaknya berharap agar pemerintah membentuk instansi yang khusus mengurusi stok bahan baku rotan.

“Atau paling tidak disediakan gudang di setiap sentra industri mebel berbahan baku rotan. Kalau selama ini perajin lebih banyak memperoleh bahan baku ini dari pedagang antarpulau atau pengepul dan pengecer,” katanya.

Dengan keberadaan gudang diharapkan perajin lebih mudah mendapatkan komoditas tersebut mengingat saat ini kebutuhan rotan di sejumlah sentra cukup tinggi. Ia mengatakan salah satunya di Cirebon yang merupakan sentra industri rotan terbesar di Pulau Jawa, dalam satu bulan kebutuhan akan rotan mencapai 9.000 ton.

“Kalau Soloraya masih di bawah itu, sekitar 300 ton per bulan. Memang sentra industri rotan terbesar di Cirebon, baru kemudian Soloraya,” katanya.

Sementara itu, diakuinya, pengiriman ekspor produk mebel berbahan baku rotan cukup besar. Khusus dari Trangsan, Kabupaten Sukoharjo, pengiriman ke luar negeri dalam satu bulan bisa mencapai 100 kontainer.

“Ini belum sentra lain yang ada di Soloraya, kalau di Cirebon untuk satu perusahaan saja pengirimannya bisa sampai 200 kontainer. Jadi sebetulnya kebutuhan bahan baku rotan sangat besar,” katanya.

Sementara itu mengenai terjadinya penyelundupan, menurut dia salah satunya karena rantai pasok yang terlalu panjang. Ia mengatakan selama ini sentra industri mebel berbahan baku rotan banyak terdapat di Pulau Jawa, sedangkan penghasil rotan sendiri kebanyakan dari luar Jawa, di antaranya Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera.

“Mereka lebih dekat dengan negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, sehingga banyak diselundupkan ke sana,” katanya.

Terkait hal tersebut, Ketua DPD HIMKI Soloraya Haryanta meminta pemerintah untuk menindak tegas aksi penyelundupan tersebut.

“Sebetulnya saat ini permintaan mebel di Soloraya dari buyer (pembeli) luar negeri naik sekitar 30 persen. Ini terjadi selama pandemi COVID-19, tetapi memang sebagian kewalahan, ini yang harus segera ada solusi,” katanya. (Antara)

Artikel ini ditulis oleh:

As'ad Syamsul Abidin