Jakarta, Aktual.com — Maraknya isu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akhir-akhir ini dikhawatirkan akan berimbas pada meningkatnya pengangguran khususnya di sektor Industri.
Ekonom Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Syarkawi Rauf mengungkapkan, ancaman PHK bagi para pekerja tanah air memang menjadi salah satu hal yang mesti dipikirkan oleh pemerintah saat ini.
Pasalnya, menurut Syarkawi, selama ini pekerja kita khususnya disektor Industri masih mengandalkan tenaga kerja yang murah di tengah kompetisi pencari kerja ke depan.
“Selama ini kita masih mengandalkan tenaga kerja murah, mestinya saat ini kita harus bergerak dari industri yang mengandalkan tenaga kerja murah ke mengandalkan tenaga kerja yang full skill,” papar Syarkawi Rauf, Selasa (9/2).
Syarkawi yang juga Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) ini menyebut, berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Asean Developmant Bank (ADB), mereka menemukan bahwa Indonesia itu cenderung memasuki era yang disebut middle income trap, atau jebakan pendapatan menengah adalah istilah yang menggambarkan ketidakmampuan suatu negara ‘naik kelas’ dari statusnya sebagai negara berpendapatan menengah menjadi negara maju.
“Kenapa seperti itu karena, faktor tenaga kerja kita yang belum full skill, masih mengandalkan tenaga kerja murah. Ini yang mesti dipikirkan oleh pemerintah. Apalagi saat ini, dari sisi sektor pertumbuhan produktifitas tenaga kerja, Indonesia termasuk terendah dari 10 negara ASEAN,” sebutnya.
Padahal, lanjut Syarkawi, harapan kita ke depan ekonomi nasional kita mengalami pertumbuhan yang signifikan sesuai dengan misi Presiden Jokowi dalam perencanaannya yang menginginkan ekonomi nasional tumbuh sampai 7 persen dalam 5 tahun.
“Nah kita dalam 2 tahun, 2015 tumbuh 4,79 yang sebelumnya tumbuh 4,9 artinya jauh di bawah target. Kalau mau tumbuh ekonominya ke depan, tentunya yang harus digenjot salah satunya adalah produktifitas tenaga kerja,” jelasnya.
Menurutnya, yang pertama yang harus dilakukan ke depan yaitu mesti ada desain industri yang komprehensif dari pemerintah.
“Tapi desain industri yang komprehensif ini harus dibangun berasaskan pada prinsip-prinsip kompetisi, seperti yang saya kira kalau kita ingin membaca kembali rencana pembangunan jangka menengah nasional untuk mendorong nasional kompetisi, daya saing industri kita secara nasional, tidak ada cara lain selain mendorongnya melalui proses persaingan usaha yang sehat sehingga inilah yang harus terus didorong pemerintah dalam kebijakannya,” jelasnya.
Yang kedua, lanjut Syarkawi, pemerintah harus benar-benar konsisten melakukan semacam reformasi pasar, reformasi pasar itu agendanya paling tidak ada tiga yaitu, melakukan regulator review, mereview semua regulasi yang selama ini yang menjadi hambatan, kemudian yang kedua, melakukan reformasi di struktur pasar.
“Hampir semua komoditas industri kita dari sisi jumlah pemain sangat kecil, sangat terkonsentrasi, inilah yang mempermudah terjadinya persekongkolan atau kartel di setiap komoditas industri,” ujarnya.
Yang ketiga perlu dilakukan oleh pemerintah adalah perubahan perilaku seperti yang disampaikan oleh Jokowi yaitu revolusi mental.
“Kalau perubahan perilaku lewat revolusi mental itu tidak bisa jalan, harus lewat penegakan hukum yang tanpa pandang bulu. Ini yang harus dilakukan jika serius membangun industri,” tutupnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan