Jakarta, Aktual.com — Berita Acara Pemeriksaan Nomor 21 milik Evi Susanti, istri Gubernur Sumut nonaktif Gatot Pujo Nugroho, yang dibacakan jaksa penuntut umum di persidangan kasus dugaan suap tiga hakim dan panitera PTUN Medan dengan terdakwa OC Kaligis, disebutkan bahwa Gatot sudah ditetapkan tersangka terkait dana Bansos saat dipanggil Kejagung.
Evi menduga masalah penetapan tersangka Gatot itu dibahas sejumlah elite Partai Nasdem dengan Gatot di Kantor DPP Nasdem. Setelah pertemuan itu, suaminya tidak lagi dipanggil pihak Kejagung pimpinan Muhammad Prasetyo.
“Ini dampaknya kalau presiden mengangkat politisi menjadi aparat penegak hukum. Sejak awal pengangkatan Prasetyo ini kan sudah muncul polemik luar biasa, waktu itu,” terang pengamat politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio, saat dihubungi, Jumat (2/10).
Menurutnya, hukum dan politik memang tidak terpisahkan. Akan tetapi keduanya tidak bisa disatukan. Sebab, akan melahirkan kerancuan dalam proses penegakan hukum, misalnya dalam penanganan kasus yang diduga melibatkan petinggi atau elit-elit partai politik.
“Sebenarnya akan sangat bijak kalau presiden tidak melibatkan pejabat parpol menjadi aparat penegak hukum,” jelas Hendri.
Ia meyakini Presiden Joko Widodo memperhatikan dengan seksama proses penegakan hukum dalam pemerintahannya. Tanpa bermaksud lain, Hendri menyebut munculnya wacana perombakan kabinet (reshuffle) lanjutan bisa saja berujung pada posisi Kejagung M Prasetyo yang merupakan mantan pejabat tinggi NasDem.
“Apakah ini kemudian setelah satu tahun presiden akan berfikir ulang? Apakah presiden juga akan berfikiran untuk mereshuffle Kejagung? Itu sepenuhnya hak presiden. Mudah-mudahan saja. Kalau bisa jangan orang parpol jangan masuk penegak hukum,” kata dia.
Artikel ini ditulis oleh: