”Pemda juga kesulitan mencari mitra. Tidak ada mitra yang berminat dengan tariff segitu. Dengan tarif flat 85% dari Biaya Pokok Penyediaan (BPP), mana ada swasta yang mau jadi mitra, biarpun bareng Pemda,” imbuh dia.

Sebagaimana diketahui penetapan tarif EBT tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 tahun 2017 mengacu kepada BPP setempat. Apabila BPP pembangkit setempat di atas rata-rata BPP pembangkit nasional, maka harga pembelian paling tinggi 85% dari BPP setempat. Namun jika BPP setempat sama atau di bawah rata-rata BPP nasional, maka harga pembelian tenaga listrik dari PLTB ditetapkan berdasarkan kesepakatan.

Yaser mengatakan, dengan tarif semacam saat ini, pengusaha tidak punya waktu untuk mengembalikan modalnya. Makanya, pengusaha tidak punya minat mengambil proyek-proyek EBT yang sudah dibangun pemerintah, sebab biaya investasi mahal sedangkan pendapatan sangat rendah.

“Belum lagi proyek-proyek ini asal-asalan. Kita kalau ambil, harus ada ekstra capital untuk perbaiki mesin, bendungan, dan infrastruktur pembangkit, ditambah lagi biaya pemeliharaan,” pungkas dia.

Laporan: Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Andy Abdul Hamid