Jakarta, aktual.com – Wakil Ketua MPR RI yang juga Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid (HNW), menyampaikan persetujuan Fraksi PKS terhadap RUU Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
HNW mengapresiasi terobosan Presiden Prabowo Subianto melalui Peraturan Presiden Nomor 154 Tahun 2024 tentang Badan Penyelenggara Haji, yang disebutnya sebagai tonggak awal revisi UU 8/2019 hingga kini dapat dibawa ke rapat pengambilan keputusan tingkat I.
“Setelah bersama-sama forum Panja Komisi VIII dan Pemerintah membahas RUU Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 2019, dan dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji, Fraksi PKS sepenuhnya dapat menerima dan menyetujui RUU ini untuk dapat dilanjutkan pengambilan keputusan di tingkat II, di rapat paripurna DPR RI,” ujar HNW dalam Rapat Kerja Komisi VIII, Senin (25/8).
HNW menjelaskan, muatan utama RUU ini adalah peningkatan status kelembagaan Badan Penyelenggara Haji menjadi Kementerian Penyelenggaraan Haji dan Umrah yang dipimpin seorang menteri.
“Sejak awal kami di Fraksi PKS mendorong agar BP Haji ditingkatkan statusnya menjadi Kementerian, dan alhamdulillah usulan tersebut kini telah disetujui bersama baik oleh DPR maupun Pemerintah. Sekarang RUU ini akan dibawa ke Rapat Paripurna DPR-RI untuk disahkan, dan setelah itu pembentukan Kementerian Penyelenggaraan Haji dan Umrah harus direalisasikan paling lambat 30 hari sejak undang-undang berlaku,” jelasnya.
Selain itu, Fraksi PKS turut mendorong beberapa isu penting yang akhirnya masuk ke dalam draft akhir RUU. Pertama, ditetapkannya kembali “syariah” sebagai asas utama penyelenggaraan haji dan umrah. Implikasinya, batas usia keberangkatan haji 18 tahun atau sudah menikah dihapus, diganti prinsip syariah yakni mukallaf atau akil baligh.
Kedua, penambahan asas pelayanan dalam penyelenggaraan haji, selain aspek keselamatan dan keamanan yang sudah ada. Dengan begitu, penyelenggaraan haji ke depan diharapkan lebih ikhlas, optimal, profesional, dan berkeadilan.
HNW juga menekankan pentingnya pencegahan praktik jual beli kuota haji. Dalam RUU disepakati, tambahan kuota harus dibahas bersama DPR dengan prinsip transparansi dan keadilan.
Tak hanya itu, RUU juga memuat Bab XA tentang Keadaan Luar Biasa dan Kondisi Darurat, yang mengantisipasi potensi bencana alam, perang, kerusuhan, hingga pandemi seperti COVID-19.
“Setelah RUU Haji dan Umrah ini disahkan, kami menyampaikan apresiasi kepada Kementerian Agama yang selama ini menjadi penyelenggara ibadah haji. Kami berharap Kementerian Haji dan Umrah nantinya bisa semakin amanah, sukses, dan berkah dalam penyelenggaraan haji ke depan, tanpa mengulang masalah klasik,” pungkasnya.

















