Sebelum maraknya penggunaan media sosial dan kemudahan akses intrnet, media massa dan wartawan menjadi sumber utama informasi masyarakat. Namun seiring dengan perubahan tadi, kini masyarakat juga menjadi sumber informasi bagi masyarakat lainnya bahkan di beberapa kasus juga sumber bagi media massa dan wartawan.
Sayangnya perkembangan ini tidak diikuti dengan pemahaman tentang bagaimana memperlakukan sebuah informasi yang didapat. Masalah seperti ini tidak akan dihadapi oleh wartawan karena mereka terbiasa untuk melakukan pengecekan data dan fakta sebelum kemudian mengolah informasi tersebut menjadi sebuah berita dan didistribusikan kepada khalayak ramai.
Dalam sejumlah kajian yang dilakukan, media sosial menjadi salah satu sarana untuk menyebarkan kabar bohong, selain saran-sarana komunikasi lainnya. Dan sayangnya kerap kali masyarakat begitu saja percaya atas sebuah informasi yang dilihat di media sosial miliknya.
Tak heran kemudian Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) merilis data mengenai jumlah kabar bohong yang marak beredar di media sosial dalam kurun waktu Agustus 2018 hingga April 2019.
Menurut Plt Kepala Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika Ferdinandus Setu, dalam kurun waku tersebut tercatat 1,731 hoaks atau kabar bohong yang berhasil mereka temukan dilakukan tindakan.
Bahkan sepanjang April 2019 lalu saja, kata Ferdinandus Setu, jumlah hoaks atau kabar bohong tercatat 486 kabar bohong yang berhasil ditemukan. Sekitar 209 hoaks di antaranya adalah terkait dengan isu politik.
Artikel ini ditulis oleh: