Holding Energi PGN-Pertamina
Holding Energi PGN-Pertamina

Jakarta, Aktual.com – Wacana holding BUMN energi yang semula ngotot diajukan Menteri BUMN Rini Soemarno, kini masih dalam pembahasan Komisi VI DPR. Pihak DPR masih mengkaji skema pencaplokan PT Pertamina (Persero) terhadap PT PGN (Persero) Tbk.

Dengan konsep seperti itu, publik pun terus menyorot wacana holding energi itu. Faktor yang perlu diperhatikan adalah antara lain, kepemilikan saham publik di PGN.

“Tentu saja pihak pemerintah harus memperhatikan pemegang saham publik di PGN. Karena PGN sebagai perusahaan publik, maka kelompok pemegang sahamnya akan lebih kritis terhadap isu holdingisasi ini,” ujar ekonom dari INDEF, Ahmad Heri Firdaus, di Jakarta, Senin (29/8).

Sikap kritis pemegang saham ini antara lain, terkait masalah perpajakan ganda dan kapitalisasi nilai saham selanjutnya. “Sehingga nantinya dibutuhkan profesional keuangan yang cakap dalam manajemen finansial perusahaan induk. Cuma masalahnya, kalau Pertamina jadi perusahaan induk bisa kah seperti itu?” tandas dia.

Apalagi memang, di tengah dunia bisnis saat ini, terlebih kondisi komoditas migas juga tengah anjlok, maka manajemen perusahaan induk yang profesional sangat penting dan menjadi prasyarat utama.

“Jadi yang perlu diingat, nantinya manajemen perusahaan induk harus memiliki kapabilitas dan kompetensi yang luas dalam memimpin perkembangan bisnis yang bersifat multi variasi,” papar Heri.

Dia juga kembali mengingatkan, jika holdingisasi itu terjadi, maka aspek risiko perusahaan harus diperhatikan. Seperti kondisi perusahaan harus betul-betul sehat, tidak sakit, sehingga malah mengganggu perusahaan lain. Jika tak dijaga dengan baik dan profesional, akan menjadi risiko besar.

Pernyataan Heri itu sepertinya sejalan dengan kinerja Pertamina yang selama ini tidak terlalu sehat. Kendati mencatatkan laba bersih, tapi utang perusahaan sangat tinggi, sehinga bisa menjadi beban peruasahaan lain yang masuk holding tersebut.

Meski begitu, pada intinya Heri sepakat dengan wacana holding tersebut asal dilakukan dengan hati-hati. Apalagi persaingan global kiat ketat.

“Jadi kalau bicara holdingisasi BUMN itu memang diperlukan. Ini untuk membangun kekuatan ekonomi korporasi dalam menghadapi persaingan global khususnya MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN),” pungkas Heri.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memandang proses holdingisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memang diperlukan dalam sebuah negara. Namun demikian, dalam proses holdingisasi terutama yang melibatkan perusahaan BUMN yang berstatus Tbk haruslah mengutamakan kepentingan pemegang saham minoritasnya.

Komentar Sri Mulyani ini seolah merujuk terhadap rencana holding energi yang dalam konsepnya, dilakukan pencaplokan PT PGN (Persero) Tbk oleh PT Pertamina (Persero).

“Jadi dalam melakukan holdingisasi, konsep Good Corporate Governance (GCG) harus diperhatikan dan terutama adalah pemegang saham minoritas. Yaitu publik. Mereka punya rights (hak) yang sudah ikut dari awal dan haruslah dihormati,” kata Menkeu belum lama ini.

Untuk itu, kata Menkeu, proses holdingisasi haruslah memperhatikan aspek-aspek penting dan tidak terburu-buru. Terutama, terkait proses politik yang juga harus dipertimbangkan dengan matang.

“Kita harus cermati terlebih dahulu. Dari proses politiknya, proses financial-nya atau balance sheet perusahaan dan juga corporate culture-nya. Termasuk aspek sosio-ekonominya. Jangan sampai itu menganggu BUMN lain,” tutur Menkeu.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan