Bahkan yang semula BUMN yang sudah Tbk (terbuka) dan privatisasi jadi anak BUMN dan posisi perusahaan holdingnya yang 100 persen sahamnya milik pemerintah. Sehingga, jika bukan perusahaan terbuka, mereka enak bisa untuk foya-foya, cawe-cawe, dan bisa menggerayangi BUMN.
“Tapi kan kalau dia terbuka, harus ada komisaris independen, harus transaparan, jadi tidak bisa bancakan terus atas nama nasionalisme. Jijik sekali saya melihatnya,” papar dia.
Bahkan Faisal juga berani tunjuk hidung orang-orang di pemerintah yang menjadi pemburu rente itu dan selalu mengobrak-abrik kinerja BUMN itu.
“Jadi, kita jangan mau terus dibohongi oleh politisi. Karena malingnya itu ya mereka, para pemburu rente. Dan yang biasa seperti itu ya Luhut Panjaitan (Menko Maritim). Itu saya sebut nama, that’s my risk. Tapi kalau saya salah somasi saja, biar kita buka bersama-sama,” cetus dia.
Faisal menambahkan, dengan dijadikannya perusahaan besar yang Tbk itu menjadi anak BUMN, maka yang jadi holding adalah BUMN murni milik pemerintah sekalipun itu perusahaan sakit.
“Ya tujuannya ya untuk bancakan itu. Agar bisa dicawe-cawe. Holdingnya itu bisa jadi tak trsnsparan, bisa seenak dia. Jad mereka setting, sebisa mungkin harus 100 persen sahamnya milik pemerintah. Mau itu (BUMN) rugi, sakit, atau yang menghabiskan banyak PMN. Tak masalah,” papar Faisal.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka