Petugas memeriksa instalasi saluran minyak mentah di kapal pengangkut minyak MT Sanggau yang bersandar di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (3/3). Kapal tanker berkonsep ECO SHIP milik Pertamina seharga 31 juta dolar Amerika tersebut mampu mengangkut 315 ribu barel minyak mentah dan mulai beroperasi pada bulan ini. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww/16.

Jakarta, Aktual.com – Pemerintah dinilai harus bertindak adil dengan memberi ruang bagi swasta untuk berpartisipasi dalam perniagaan gas di Tanah Air, meskipun Holding BUMN Migas sudah terbentuk.

“Holding BUMN Migas bisa jadi salah satu tujuannya adalah memperbesar nilai aset dan meningkatkan kemampuan mendapatkan pinjaman. Namun yang juga terpenting adalah adanya ruang bagi swasta untuk berpartisipasi dalam perniagaan gas,” kata Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Distributor Gas Alam Indonesia (Indonesian Natural Gas Trader Association/INGTA), Sabrun Jamil, ketika dihubungi di Jakarta, Selasa (19/12).

Menurut Sabrun, pembentukan Holding Migas sudah di depan mata di mana Kementerian BUMN tengah mengebut rampungnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Holding Migas dengan skema PT Pertamina (Persero) mencaplok PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN).

Dengan holding ini, nantinya Pertamina akan menguasai 80 persen infrastruktur pipa dan pasar gas di Indonesia, sehingga sangat memungkinkan bagi perusahaan itu untuk monopoli pasar dan memasok gas bagi pembangkit dan industri.

Namun ia menengarai bahwa masuknya PGN ke Pertamina justru membuat struktur jadi menggelembung dan sulit diawasi.

“Yang dibutuhkan memperbesar bisnis, bukan memperbesar struktur,” ujarnya.

Sejauh ini Sabrun melihat kebijakan Holding Migas hanya pada persoalan kepentingan penguasaan infrastruktur dan pasar, belum ada tujuan yang jelas bersifat strategis dari pemerintah untuk mencapai kedaulatan energi.

“Belum ada obrolan dari pemerintah mengenai hal strategis untuk mencapai kedaulatan energi. Holding ini tak ada gunanya jika tidak ada hal yang strategis terutama agar harga menjadi lebih murah,” katanya menambahkan.

Lebih lanjut dengan penguasaan infrastruktur, maka akan lebih membantu Pertamina untuk mendistribusikan gasnya yang didapat dari Exxon.

Jika hal ini tidak dilakukan, diperkirakan Pertamina sulit mendapatkan pasar dan menjual gas yang di impor dari Exxon. Pasalnya, selain gas domestik berlebih, harga gas dari Amerika Serikat juga tidak kompetitif.

“Dulu Pertamina tanda tangan kontrak jangka panjang, bagaimana perhitungan neraca saat itu? Padahal gas kita berlimpah dan beberapa lapangan mulai produksi, mungkin 5 tahun ke depan kita tidak perlu impor, gas yang ada aja nggak terserap,” pungkas dia.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa selama ini Pertamina menginginkan “open access” pipa yang dimiliki PGN untuk kelancaran bisnis anak usahanya yaitu Pertamina Gas (Pertagas), namun dengan holding ini secara otomatis Pertamina bisa menggunakan seluruh pipa yang dibangun oleh PGN.

ANT