Jakarta, Aktual.com – Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Rinaldy Dalimi, memandang kebijakan holding BUMN yang disetting Menteri Rini Soemarno, belum menggambarkan kepada arah penguatan kewajiban pelayanan publik atau Public Service Obligation (PSO).
Dirinya justru melihat skenario itu hanya memprioritaskan aspek bisnis semata. Maka itu, dikhawatirkan akan terjadi pengabaian hak publik, sedangkan PSO hanya dijadikan kambing hitam. Sebab, dalam prakteknya tidak terimplementasi.
“Holding harus memperkuat posisi PSO, makannya harus diperjelas. Selama ini PSO selalu dijadikan sebagai ‘cuci tangan’. Kalau rugi alasannya PSO padahal belum tentu demikian, bisa jadi ada oknum-oknum yang bermain atau memang langkah bisnis yang salah. Jadi holding harus diperjelas,” kata Rinaldy di Gedung Dewan Pers, Minggu (25/9).
Bahkan secara khusus dia mengusulkan agar fokus bisnis Pertamina dipisahkan secara manajemen akuntan, yang mana terdiri dari PSO dan satu lagi melakukan kebijakan bisnis.
Untuk itu dia mengingatkan agar berhati-hati dengan langkah holding. Jangan sampai kebijakan itu malah mengabaikan PSO, dan disaat perusahaan merugi atas resiko bisnis menjadikan PSO sebagai alibi.
“Kalau bisa dibikin manajemen secara akuntan pembatasan mana yang tugasnya PSO dan mana yang sebagian tugasnya fokus bisnis. Jadi holding itu nggak gampang, banyak yang tidak sepakat dengan holding itu. Sepertinya holding itu hanya ditinjau dari bisnis entitas, tapi bagaimana tugas PSO? Itu harus diperjelas,” tandasnya.
*Dadang
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta