Jakarta, Aktual.com – Bagaimana dengan konsep homestay desa wisata Tanjung Lesung, Banten? Sang jawara Sayembara Desain Arsitektur Nusantara 2016, yang diumumkan 25 Oktober lalu, oleh Kementerian Pariwisata, Badan Ekonomi Kreatif dan PT Propan Raya di Kantor Kemenpar banyak yang mengapresiasi. Salah satu pemenang utamanya adalah desain berjudul New Gateaway to Adventure In The West Edge of Java.
Desain itu karya Edwin Adinata asal Sungai guntung, Riau dan Khattiya Hendarta dari Jakarta. Mereka mampu mempesona dewan juri sayembara nasional tersebut dengan karya yang kaya filosofi. Kontestan sayembaradengan nomor registrasi 00103 itu menjadi pemenang utama untuk kategori destinasi prioritas yang ditetapkan pemerintah yakni Tanjung Lesung, Banten.
”Kami mencoba merancang Homestay desa wisata ini dengan tampak sederhana, namun yang ingin kita suguhkan adalah pengalaman dan alur ruang saat didalamnya, kami jamin wisatawan yang menginap di Homestay desa wisata ini akan merasa nyaman dan betah berlama-lama tinggal,” kata Edwin dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis (3/11).
Edwin mengaku sangat gembira karena bisa menjadi pemenang utama dari ratusan peserta yang masuk ikut sayembara tersebut. Apalagi Menpar Arief Yahya sangat serius mempersiapkan sayembara ini. Karya-karya mereka akan dijadikan model di homestay desa wisata yang akan dibangun di 10 top destinasi di tahun 2017.
”Ide dasar kami adalah bangunan yang sederhana, penggunaan material lokal yang tersedia, mengikuti karakteristik bangunan daerah, dan memberi integrasi yang baik secara ruang antar penghuni dan wisatawan yang menginap. Sedang Lantai dasar beralasakan tanah dan batu, lantai atas menggunakan papan pohon kelapa dan panel-panel bambu. Kedekatan dengan material alam menciptakan kesan hangat dan seimbang di dalam homestay jadi secara garis besar arsitektur yang ingin kita sampaikan berupa ruang yang terangkat, terkesan ringan ,melayang dan menyatu dengan dengan konteks tempat arsitektur itu berdiri,” beber Edwin.
Selain itu, imbuh Edwin, yang paling penting dari desain karyanya tersebut, adalah tetap mengedepankan kepentingan masyarakat asli Tanjung Lesung yang mayoritas merupakan berprofesi sebagai nelayan.
”Kita bentuk seperti panggung, jadi masyarakat masih bisa berjualan hasil tangkapan ikannya di bawah rumah serta dijadikan ruang perjamuan. Selain itu meskipun didesain tanpa menggunakan pengudaraan buatan, namun ruangan dirancang tetap memiliki sirkulasi pengudaraan yang baik dengan material anyaman bambu yang sejuk. Kadar ketipisan dan ketebalannya pun kita pikirkan dengan seksama untuk setiap zona ruangnya,” katanya.
Desain karya Edwin dan Khattiya ini memiliki bagian sebagai berikut: Penutup atap yang dibuat dari pelepah kelapa , rangka atap dari usuk bambu dan reng bambu, kuda-kuda atap dari balok kayu kelapa, pengisi dinding rumah dari panel anyaman bambu, kolom utama rumah dan dinding kamar menggunakan balok kayu kelapa, lantai rumah dari papan kayu kelapa, dan rangka lantai rumah dari balok kayu kelapa.
Bagian bawah rumah didesain untuk menjemur atau menjual hasil panen sayuran dan ikan, dapur dan ruang makan semi-publik. Bagian atas rumah diperuntukan sebagai kamar dan teras semi-privat.
”Dan tingkat transparansi anyaman bambu akan kami tentukan berdasarkan zona privat maupun non-privat. Jadi kenyamanannya terjamin. Serta menurut mereka adanya tantangan menarik dalam setiap konteks site yaitu untuk mata pencaharian sebagian penduduk berupa nelayan yang merupakan mata pencaharian utama yang rangkap juga sebagai petani padi,maka dari itu bangunan ini mencoba untuk mengakomodasi profesi penduduk lokal tersebut,” imbuh pria berkacamata itu.
Sementara itu, Khattiya menambahkan, gagasan utama dengan permainan transparan dinding anyaman bambu yang ringan dan ekonomis, ruang-ruang yang terbuka di Homestay itu akan menciptakan pengalaman ruang yang kaya dengan interkoneksi orang secara interior dan eksterior lantai atas dan lantai bawah.
”Di sekeliling rumah ada serambi yang memberikan keteduhan inti rumah. Morfologi rumah mewarisi ciri-ciri rumah tradisional masyarakat Tanjung Lesung, sedangkan pengembangan hierarki denahnya, berdasarkan hierarki candi yang tersebar di Jawa. Tentu selain itu kami berharap, desain kami bisa mengurangi mereka yang berkeinginan meninggalkan Tanjung Lesung, malahan ikut mengembangkan potensi wisata kampung halamannya sendiri dengan tumbuh bersama Pariwisata Indonesia,” tandas Khattiya.(*)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka