Jakarta, Aktual.com – Per April 2017 nanti, Bank HSBC dan Bank Ekonomi Raharja akan resmi dintegrasikan. Kebijakan ini tentu saja akan berdampak ke kalangan pekerja.
Namun sayangnya, ketika kalangan serikat pekerja kedua bank itu minta berunding, pihak manajemen masih bungkam dan kebijakan proses integrasi kedua bank itu pun sangat tidak transparan.
“Selama ini, tidak ada penjelasan yang komprehensif dan transparan dari pihak manajemen kedua bank itu soal segala dampak dari aksi korporasi terhadap karyawan,” cetus Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Timboel Siregar di Jakarta, kemarin, ditulis Kamis (15/9).
Sejauh ini, upaya-upaya yang dilakukan oleh serikat pekerja (SP) HSBC maupun SP BERsatu (keduanya di bawah OPSI), untuk bertemu pihak manajemen minta penjelasan, sekaligus merundingkan dampak dari kebijakan integrasi itu, malah kurang mendapat tanggapan positif dari keduanya.
“Mereka cenderung menolak untuk berunding, padahal sebagai organisasi serikat kami ini diatur UU,” tegas dia.
UU yang dia maksud adalah, UU Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja. Para pekerja memiliki hak untuk berunding, menyampaikan dan memperjuangkan aspirasi serta kepentingan karyawan yang menyebabkan keresahan dan ketidakpastian.
Dengan pengintegrasian kedua bank ini tentu bakal ada implikasi terhadap masalah ketenagakerjaan. Diperkirakan akan terjadi overlapping jabatan serta kelebihan tenaga kerja di bank hasil integrasi itu.
“Karema saat ini, HSBC memiliki 3.500 karyawan yang tersebar di enam kota besar di Indoneisa. Dan Ekonomi Raharja memiliki 1.950 karyawan tersebar di 85 kantor cabang di 29 kota di Indonesia,” papar Timboel.
Menurut dia, dengan waktu yang tak lama lagi, maka masalah ketenagakerjaan ini harus segera diselesaikan. Penggabubgan kedua bank ini akan resmi beroperasi dengan nama PT Bank HSBC Indonesia, pada April 2017.
“Tentu kondisi ini benar-benar sangat mengkhawatirkan dan meresahkan karyawan terhadap kelangsungan kerja, nasib, dan masa depan mereka,” kekuhnya.
Makanya pihak serikat pekerja mendesak kepada manajemen dari kedua bank tersebut, agar bersikap koperatif dalam hal: pertama, menjelaskan secara konprehensif dan terbuka tentang rencana dqn kepastian struktur/komposisi karyawan yang akan dilanjutkan dan tidak dilanjutkan hubungan kerjanya di bank hasil integrasi itu.
Kedua, membuka ruang perundingan dengan serikat pekerja di kedua bank tersebut untuk merumuskan bersama-sama tentang term and conditions bagi karyawan yg dilanjutkan hubungan kerjanya di bank hasil integrasi dan karyawan yang tidak dilanjutkan.
“Ketiga, mencegah tindakan-tindakan sepihak dan kontra produktif yang berpotensi menimbulkan konflik dengan karyawan dan serikat pekerja,” cetus dia.
Untuk diketahui, pada 2009 HSBC sebagai bank asing membeli saham Bank Ekonomi Raharja sebesar 98,94 persen. Dampaknya, sebagai pemilik saham minoritas, HSBC mulai melakukan berbagai upaya penyesuaian/restrukturisasi, baik terhadap bisnis bank HSBC maupun ke Bank Ekonomi Raharja.
Belakangan, HSBC akan melakukan aksi korporsi yaitu integrasi kedua bank tersebut. Utegrasi ini berdasar advice dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan dilakukan melalui pola ALT (asset and liabilities transfer).
“Untuk itu, kami mendesak instansi terkait, yaitu Kementerian Ketenagakerjaan, OJK, BI, Komisi IX DPR, untuk memantau dan mengawasi jalannya proses integrasi ini. Agar tak ada pelanggaran terhadap hak-hak pekrja, hak-hak berunding bagi serikat pekerja, dan hak mendapatkan perlakuan yang sama tanpa diskriminasi sesuai pasal 6 UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan,” pungkasnya.(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid